Kampus Terpapar Radikalisme, PBNU Ingatkan Rektor Pantau Mahasiswa dan Dosen

Metrobatam, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan hampir semua perguruan tinggi negeri sudah terpapar paham radikalisme. Fakta itu harus segera disikapi sebelum berkembang hingga akhirnya melahirkan teroris-teroris baru yang akan melakukan penyerangan.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud mengingatkan agar para rektor lebih sensitif memantau aktifitas mahasiswa dan dosennya. Pasalnya, kampus memang menjadi sasaran empuk bagi para penyebar paham-paham radikalisme di Indonesia.

“Pimpinan dikampus jangan cuma memikirkan akademiknya saja, mahasiswanya dan dosennya itu dilihat punya kegiatan apa,” kata Marsudi saat berbincang-bincang dengan Okezone, Senin (28/5).

Menurut Marsudi, kampus umum adalah paling rawan disusupi paham radikal, karena rata-rata mahasiswanya tidak memiliki latar belakang pemahaman keagamaan dari pesantren. Sementara mereka memiliki rasa ingin tahu yang kuat terhadap ajaran Islam, yang kemudian dimanfaatkan oleh penyebar paham radikal.

Bacaan Lainnya

“Rata-rata kampus umum lebih riskan karena ilmu agamanya lebih sedikit. Rata-rata mereka, mahasiswanya bukan latar belakang atau dari backround yang belajar agama di pondok pesantren,” jelas Marsudi.

Marsudi mengatakan, seharusnya seorang rektor itu mampu memantau setiap gerak-gerik dosen dan mahasiswanya selama berada di kampus. Selain lingkungan yang sempit, jumlah mahasiswa dan juga dosen juga tidak terlalu banyak sehingga masih dalam radar rektor.

Apabila ada kampus yang masih kebobolan disusupi paham radikal sebagaimana data yang disampaikan BNTP maka patut dipertanyakan kerja rektor dan jajaran selama ini.

“Kampus wajib untuk tahu dan memahami mereka jangan sampai berkembang dengan pesat. Lingkungan kampus itu sempit, mahasiswanya sekitar 30 ribuan kalau tidak termonitor itu artinya pimpinan tidak bekerja,” pungkasnya.

295 Mantan Teroris Tak Teridentifikasi

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Suhardi Alias mengatakan, ada sebanyak 295 orang mantan teroris yang tidak teridentifikasi keberadaanya pasca bebas dari penjara. Mereka pun kini membaur di masyarakat.

Menurut Suhardi, ada sekira 630 orang mantan teroris di Indonesia. Ironisnya baru sekira 335 orang diantaranya yang telah mengikuti program deradikalisasi. Sementara 295 lainnya belum ikut dan kini tak teridentifikasi.

Untuk itu, kata Suhardi, mereka saat ini telah meminta bantuan dari Kementerian Dalam Negeri, untuk mengidentifikasi keberadaan para mantan teroris itu. BNPT juga berharap masyarakat mau proaktif membantu menyampaikan informasi, jika mengetahui ada mantan terpidana kasus terorisme yang tinggal di sekitar mereka.

“Kami minta tolong, Mendagri ikut membantunya. Identifikasi itu yang sudah ada keluarganya. Ada yang sudah keluar tapi belum teridentifikasi. Tolong sampaikan ke kami biar kita kumpul lagi kalau ada tau info yang sudah keluar tapi belum terdata. Yang belum ketemu daftar sekian banyak itu, kami minta tolong dicari itu,” kata Suhardi di Medan, Sabtu (26/5).

Sementara itu, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Prof Dr Irfan Idris menyebutkan, di Sumatera Utara (Sumut) setidaknya ada 25 mantan teroris yang belum mengikuti program deradikalisasi.

“Kami masih mengidentifikasi 25 orang mantan napiter di Sumut yang belum ikut program deradikalisasi. Untuk napiter di Sumut saat ini ada lima orang yang tersebar di empat lembaga permasyarakatan di Sumut,” pungkasnya. (mb/okezone)

Pos terkait