Keroyok Cleaning Service Sekolah, Siswa di Sulsel Juga Katai Gurunya Anjing

Metrobatam, Takalar – Seorang cleaning service sekolah di SMP Negeri 2 Takalar, Faisal Daeng Pole (38), dikeroyok oleh 5 siswa sekolah menengah pertama (SMP). Para siswa ini juga ternyata sering mengatai para guru dengan sebutan anjing.

“Siswa ini terbilang nakal di sekolah. Para guru juga mengeluh karena ada yang dikatai anjing sama mereka,” Kata Kepala Sekolah SMP N Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Sulsel, Hamzah, saat diwawancara di sekolahnya, Senin (11/2/2019).

Para siswa ini adakah siswa kelas satu di sekolahnya. Selama proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah, para guru sering mengeluh soal umpatan-umpatan kasar yang keluar dari para mulut siswa ini.

“Prestasi mereka pun tidak ada di sekolah. Yang mereka tonjolkan hanya kenakalan mereka,” ungkapnya.

Bacaan Lainnya

Tidak hanya sering mengatai guru, para siswa ini pun sering keluar masuk kelas saat proses belajar mengajar sedang berlangsung. Guru pun sering kali menegur kelima pelajar ini namun tidak mendapat tanggapan berarti.

Saat pengeroyokan yang terjadi pada 9 Januari lalu di sekitar lingkungan sekolah kepada cleaning service Faisal daeng Pole (38), Hamzah mengaku melihat kejadian aksi pemukulan yang dilakukan oleh orangtua siswa.

“Saya bahkan sempat melerai mereka. Masalahnya orangtua ini tidak melapor ke sekolah dan langsung datang main pukul. Faisal ini kan anak buah saya harusnya lewat ke saya dulu laporannya,” terang Hamzah.

“Korban dipukul sampai berdarah sama orangtua siswa,” sambungnya.

Dia pun saat ini menyerahkan kasus pemukulan ini kepada pihak berwajib. Hamzah pun akan mengambil sikap tegas terhadap para siswanya yang nakal ini. “Saya akan kembalikan ke orangtuanya. Kita akan kasih surat pengantar untuk pindah ke sekolah lain” tegas Hamzah.

Salah satu orang tua siswa yang melakukan pemukulan saat ini diperiksa polisi. “Orang tuanya ini juga memerintahkan anaknya beserta tiga temannya memukul korban,” kata Kapolres Takalar Gany Alamsyah saat berbincang dengan detikcom, Senin (11/2).

Orang tua siswa yang dimaksud adalah Muhammad Ruslan. Perintah ini diberikan saat Ruslan datang ke sekolah atas permintaan anaknya. Ruslan, yang datang menghampiri Faisal, langsung memukul korban di lingkungan sekolah.

Untuk sementara, lanjut Gany, para siswa yang rata-rata masih berumur 12 tahun ini akan diperiksa di unit PPA Polres Takalar untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Sementara itu, Kapolsek Galesong Selatan AKP Ikhsanuddin mengatakan status para siswa dan orang tua pengeroyok tenaga honorer sekolah ini masih terperiksa.

“Semuanya masih berstatus terperiksa, termasuk orang tua siswa yang ikut melakukan pemukulan,” kata Ikhsanuddin saat ditemui di kantornya, Jalan Poros Takalar-Gowa, Kabupaten Takalar.

KPAI Soroti Pola Asuh Orang Tua

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti pola asuh orang tua terhadap murid yang mengeroyok cleaning service di Sulawesi Selatan. KPAI menyebut kekerasan dalam lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor penyebab anak menjadi kasar.

“Ada banyak faktor, jadi tidak tiba-tiba kemudian dia menjadi seperti itu, misalnya anak ini saat tumbuh kembangnya banyak melihat kekerasan atau main game kekerasan yang itu menjadi sebuah culture di dalam dirinya. Bisa jadi dia juga mendapatkan kekerasan ketika di rumah,” kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati saat dihubungi, Senin (11/2).

Rita berpendapat, peran sentral dalam mencegah anak menjadi pelaku kekerasan ada di tangan orang tua. Menurutnya, saat ini banyak orang tua yang mendidik anak dengan pola yang mereka terima saat masih kecil tanpa mengikuti perkembangan budaya dan teknologi.

“Jadi (orang tua) tidak banyak skill zaman now, dulu kan distrupsi itu tidak banyak tapi sekarang distrupsi itu dari game, dari pertemanan, bahkan misalnya anak remaja lebih percaya temannya daripada orangtuanya, berarti ada gab di situ,” ujarnya.

Selain itu, karakter anak juga dibentuk lewat jenjang pendidikan yang mereka tempuh. Rita menilai di setiap sekolah, para pendidik tak bisa menyamaratakan perlakuan terhadap para murid karena mereka memiliki latar belakang yang berbeda.

“Guru-guru juga harus melihat, kalau ada keluarga rentan, sejak awal anak masuk ya diperhatikanlah, anak ini mungkin keluarganya tidak utuh, itu bagian dari pencegahan. Ketika ada anak sekolah melakukan hal tidak tepat handling-nya juga pas, bukan hal yang mengada-ada,” ujarnya. (mb/detik)

Pos terkait