Khofifah Ngaku Resah Soal Pengkotak-kotakan Jilbab Syar’i

Metrobatam, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nadhlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa membagikan pengalamannya ketika dituding tak mengenakan jilbab syar’i oleh anggotanya sendiri. Jilbab syar’i ini merujuk pada penggunaan jilbab berukuran panjang yang menutup dada.

Mantan Menteri Sosial ini mengaku prihatin dengan munculnya ‘pengkotak-kotakan’ definisi syar’i dan tidak syar’i.

“Saya bukan ditegur, tapi dikasih tahu pengurus cabang Muslimat NU, ‘Ibu kenapa tidak pakai kerudung syar’i?’. Bahasa itu sudah saya dengar sendiri,” ujar Khofifah saat memberikan sambutan dalam pembukaan rapat koordinasi nasional Muslimat NU di Jakarta, Minggu (27/1).

Menurutnya, perlu dilakukan pemahaman yang ia sebut sebagai konsolidasi pemikiran atas makna syar’i itu di internal muslimat NU.

Bacaan Lainnya

“Perspektif dan terminologi tentang syar’i yang mengikuti ajaran Islam di internal muslimat NU ini harus kami rapikan. Ini akan menjadi telaah kami,” katanya.

Khofifah mengaku telah berkomunikasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk berkonsultasi tentang penggunaan jilbab syar’i tersebut. Menurutnya, perbedaan pemahaman makna syar’i itu diakui Khofifah cukup mengganggu.

“Saya tanya kerudung saya begini apa benar tidak syar’i? Sudah saya sampaikan ke Komisi Fatwa MUI, karena ini mulai mengganggu kami,” katanya.

Ia tak menampik bahwa kondisi yang terjadi belakangan ini semakin mengusik identitas yang ada pada diri tiap individu. Dari hasil penelitian UIN Syarif Hidayatullah, kata dia, pada siswa SMP dan SMA di 34 provinsi di Indonesia bahkan menunjukkan terjadinya kecenderungan intoleransi yang semakin meningkat.

Hasil tersebut, kata Khofifah, juga dilengkapi dengan penelitian dari LIPI yang menunjukkan bahwa 94 persen mahasiswa S1, S2, dan S3 memiliki kecenderungan kristalisasi politik identitas yang bukan hanya merepresentasikan suatu kelompok. Sementara enam persen sisanya adalah mahasiswa S0 atau setara diploma.

“Ternyata yang terbentuk adalah kristalisasi eksklusivitas. Di sinilah kita kemudian ada di suasana yang mulai mengusik identitas. Dalam konteks ini, harus didialogkan agar tidak ada perasaan ‘Ini syar’i yang ini tidak syar’i,” tuturnya.

Kemarin ribuan kader Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) memadati Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Mereka datang untuk menghadiri peringatan ulang tahun Muslimat NU ke-73.

Pantauan CNNIndonesia.com, Stadion GBK sudah dipadati kader Muslimat NU. Para muslimat yang hadir umumnya mengenakan baju berwarna hijau dan kerudung hijau. Ada pula yang memakai baju putih dipadu dengan kerudung hijau. Sebagian besar dari mereka membawa bendera NU dan Bendera Merah putih. Ukurannya beragam, ada yang kecil hingga sedang.

Presiden Jokowi hadir dalam acara tersebut. Calon presiden petahana itu mengungkapkan keinginannya tentang Islam moderat yang perlu terus digaungkan di Indonesia. Jokowi meminta masyarakat juga menjaga nilai toleransi dan saling menghargai serta menghormati perbedaan yang ada di antara masyarakat Indonesia.

“Kita ingin Islam moderat, moderasi Islam, terus digaungkan,” kata Jokowi.

Jokowi juga mengapresiasi deklarasi anti-hoaks yang disampaikan Muslimat NU dalam acara tersebut. Ia berharap organisasi kemasyarakatan lainnya juga menyatakan anti-hoaks. Menurutnya, langkah tersebut merupakan upaya memerangi hoaks yang terus menyebar di tengah masyarakat. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait