Komnas HAM Siap Buka Kembali Kasus Kudatuli, SBY Pegang Info Penting

Metrobatam, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan mempelajari kembali dokumen pemantauan dan pemeriksaan kasus Peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kuda Tuli), menyusul permohonan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan agar Komnas HAM membuka kembali kasus tersebut.

“Kami tadi menerima permohonan dari PDI Perjuangan. Kami akan mempelajari kembali dokumennya, karena kasus ini sudah pernah dilakukan pemantauan oleh Komnas HAM tahun 1996,” kata Ketua Komnas HAM Taufan Damanik dihubungi di Jakarta, Kamis.

Taufan menyampaikan pemantauan kasus Kuda Tuli sudah dilakukan tahun 1996 oleh tim yang dibentuk Komnas HAM, satu-dua bulan pascakejadian. Komnas HAM juga sudah mengeluarkan rekomendasi untuk menindaklanjuti kasus itu secara hukum.

“Tapi waktu itu Komnas HAM masih berdasarkan keppres, belum ada Undang Undang HAM, belum ada Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, sehingga waktu itu belum ada penyelidikan,” ujar Taufan.

Bacaan Lainnya

Namun, kata dia lagi, sudah ada rekomendasi termasuk di dalamnya Komnas HAM menyebutkan korban-korban dalam peristiwa itu. Rekomendasi pun sudah diungkap kepada publik.

“Ada di dalam buku laporan Komnas HAM tahun 1996. Ini harus kami kaji dulu, karena tidak mungkin kami tiba-tiba muncul dengan gagasan baru sementara komisioner lama sudah pernah mengeluarkan rekomendasi,” kata Taufan.

Taufan juga mengungkapkan sudah ada pengadilan koneksitas dari sejumlah instansi pada masa itu. Komnas HAM menyatakan bakal memeriksa seluruh dokumen pemeriksaan yang pernah dilakukan Komnas HAM periode 1996 tersebut.

“Kami sampaikan mohon bersabar. Tapi apa pun, jika ada pengaduan harus kami perhatikan,” kata Taufan.

Sebelumnya, perwakilan PDI Perjuangan menyambangi kantor Komnas HAM mengajukan agar Komnas HAM membuka kembali kasus Kuda Tuli. Dalam kesempatan tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sempat menyebut bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat itu menjabat Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kasdam) Jaya adalah saksi peristiwa tersebut.

SBY Pegang Info Penting

PDIP menyebutkan Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu masih aktiv sebagai perwira ABRI memegang informasi penting tentang kasus kudatuli. Kasus yang diawali penyerangan Kantor PDI di Jalan Diponegoro, Menteng tersebut sudah disimpulkan adanya pelanggaran HAM berat.

Pengurus PDIP yang datang ke Komnas HAM, Kamis (26/7) di antaranya Sekjen Hasto Kristiyanto didampingi Ketua DPP Trimedya Panjaitan serta jajaran pengurus bidang hukum.

Mereka mengaku ingin memberikan dorongan politik dan hukum terhadap Komnas HAM untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat dalam peristiwa kudatuli.

“PDI Perjuangan pada saat itu semangat yang dibangun adalah untuk menjadikan peristiwa 27 juli 1996 sebagai peristiwa Kelabu, betul betul merobek demokrasi kita,” ujar Hasto di Kantor Komnas HAM.

Hasto menjelaskan, munculnya kasus yang dikenal dengan peristiwa 27 Juli atau Kudatuli bermula saat Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua PDIP saat itu PDI dan diterima oleh Presiden Soeharto saat itu. Kemudian, muncul rekayasa politik dan menggulingkan arus bawah demokrasi dengan cara kekerasan.

“Itu jelas terlihat bagaimana penggunaan alat alat kekuasaan negara demokrasi Indonesia itu sendiri melalui penghancuran simbol demokrasi parpol yaitu kantor partai,” katanya.

Hasto menilai, kantor partai merupakan rumah rakyat. Sehingga, jika kekuasaan menggunakan alat keamanan untuk melakukan kekerasan, maka tonggak kedaulatan rakyat telah dirusak. Beruntung rakyat akhirnya memegang kendali dengan mengubah sejarah keberpihakan kepada Megawati sampai saat ini.

Namun Hasto mengaku prihatin kasus pelanggaran HAM khususnya Kasus Kudatuli tak kunjung dituntaskan. Maka itu, pihaknya meminta kepada pihak-pihak termasuk Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dianggap mengetahui peristiwa tersebut, daripada terus menerus berbicara mengenai koalisi pilpres.

“Karena beliau (SBY) memegang informasi, kami sangat memahami bahwa seluruh prajurit TNI-Polri saat itu atau ABRI mengemban kebijakan politik yang otoriter, tapi demi masa depan bangsa dan negara, berbagai hal tersebut yang menimbulkan korban jiwa dapat diungkap dengan baik dan proses rekonsiliasi dijalankan dengan para korban,” paparnya.

Hasto menambahkan, informasi yang berhasil digali dari para korban yang kemudian dikonektifkan di pengadilan belum membuahkan hasil yang positif. Karenanya kehadiran PDIP ke Komnas HAM bisa memberikan dorongan secara politik dan hukum agar derita korban bisa diobati dan proses rekonsiliasi bisa berjalan maksimal agar peristiwa serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.

“Trauma peristiwa itu begitu kuat, bahkan kami sebelum menempati gedung baru pun sebagai insan yang bertakwa kami mendoakan para arwah karena kami tahu korbannya begitu banyak tapi ditutupi oleh rezim yang bersaksi. Dan yang menjadi saksi saat itu adalah Bapak Susilo Bambang Yudhoyono,” tandasnya. (mb/okezone)

Pos terkait