KPK Endus Pencucian Uang Korupsi e-KTP

Metrobatam, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium adanya potensi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Indikasi adanya pencucian uang menguat, melihat jumlah kerugian negara yang mencapai Rp2,3 triliun.

“Ada (potensi pencucian uang). Nanti kita (dalami). Nanti kan bisa secara terpisah,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/8).

Dalam kasus korupsi e-KTP, KPK sudah menetapkan lima orang menjadi tersangka. Dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto telah divonis masing-masing tujuh dan lima tahun penjara. Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong pun sudah didakwa melakukan korupsi e-KTP.

Sementara dua tersangka yang masih dalam proses penyidikan adalah Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dan anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.

Bacaan Lainnya

Alex menyebut ada peluang untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dalam menelusuri kemana larinya kerugian negara pada kasus e-KTP itu.

Menurut Alex, penerapan UU TPPU ini dapat dilakukan secara terpisah, meskipun Andi Narogong telah dibawa ke pengadilan. Terlebih saat ini lembaga antirasuah masih menangani dua tersangka.

Penggunan pasal pencucian uang ini bukan tanpa alasan, melihat jumlah kerugian negara yang mencapai Rp2,3 triliun. Namun uang yang baru diterima KPK dari pengembalian sejumlah pihak sekitar Rp236,930 miliar, US$1,3 juta dan SG$ 368.

“Bisa, sangat bisa, kenapa enggak? (penerapan TPPU) Masih banyak (kerugian negara yang belum kembali), makanya kita bekerja sama dengan PPATK,” tutur Alex.

Andi Narogong dalam surat dakwaannya disebut bersama Setnov mendapat jatah sebesar Rp574,2 miliar dari nilai proyek sebesar Rp5,9 triliun. Nilai fee untuk mereka berdua sama seperti ke Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin.

Alex mengatakan, pihaknya sudah mendapat data dari PPATK terkait dengan penelusuran aliran uang proyek e-KTP.

Menurut dia, alur dari perjalanan uang itu cukup sederhana. Anggaran e-KTP yang bersumber dari pemerintah, masuk ke rekening konsorsium pelaksana bentukan Andi Narogong lewat Tim Fatmawati.

Setelah dari konsorsium, uang itu mengalir lagi ke anggota konsorsium, yang melaksanakan pengerjaan masing-masing. Dalam proyek e-KTP, setiap anggota memiliki tugas yang berbeda dalam pengadaan ini.

Anggota konsorsium itu di antaranya Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution dan PT Sucofindo (Persero), PT Sandipala Arthaputra.

Perum PNRI dan PT Sandipala Arthaputra bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko e-KTP.

PT Quadra Solution dan PT LEN Industri bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan pengadaan hardware dan software termasuk jaringan komunikasi dan data.

Sedangkan PT Sucofindo bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan pengadaan helpdesk dan pendampingan.

Mungkin juga, lanjut Alex, uang itu mengalir lagi ke perusahaan lain, karena sebagian pengerjaan proyek e-KTP ini diserahkan ke pihak ketiga atau di-subkontrakan.

“Dari konsorsium ini menyebar ke mana nih, uang ini yang Rp5,9 triliun mengalir kemana, ini yang kita telusuri,” katanya “Pengembangannya ke situ, follow the money,” kata Alex.

Alex menyatakan pihaknya terus mengembangkan kasus ini, meskipun uang-uang itu disinyalir sudah disamarkan menjadi aset-aset, baik di dalam negeri ataupun luar negeri.

Menurut Alex, KPK sudah menjalin kerja sama dengan lembaga antirasuah negara lain untuk meminta bantuan menelusuri aliran uang yang bisa saja ditabung di negara tersebut.

Untuk kasus e-KTP, dikatakan Alex, pihaknya berkoordinasi dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura dan Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat.(mb/cnn indonesia)

Pos terkait