KPK: Pemenang Pilkada Biasanya Punya Kekayaan Berlimpah

Metrobatam, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penelitian dalam pelaksanaan dua pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak yang terakhir. Hasil penelitian dalam Pilkada serentak 2015 dan 2017 itu menunjukkan praktik politik transaksional belum bisa dilepaskan dari pesta demokrasi lima tahunan itu.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan penelitian tersebut dilakukan usai gelaran Pilkada serentak 2015 dan 2017. Dia mengaku bertekad untuk mengubah pola-pola politik transaksional yang ujung-ujungnya duit dalam tiap gelaran pilkada.

“Kesimpulan kami bahwa memang sulit sekali kita untuk bisa lepas dari jeratan transaksional ini. Tapi ini negara kita, kita harus ubah itu,” kata Saut dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10).

KPK sendiri menggelar pertemuan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pencegahan politik transaksional dalam gelaran Pilkada serentak 2018 serta Pemilu 2019. Lembaga antirasuah ingin fokus pada kegiatan pencegahan dalam bekerja sama dengan Bawaslu.

Bacaan Lainnya

Selain masih banyaknya praktik politik transaksional dalam gelaran pemilihan umum tingkat daerah itu, KPK juga menemukan fakta bahwa pihak yang menang biasanya mereka yang memiliki kekayaan dan harta berlimpah sebagaimana tertuang dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

“Ada yang menarik untuk diskusikan, yang menang LHKPN-nya lebih besar, yang kalah itu asetnya malah minim, banyak utang,” tuturnya.

Menurut Saut, dari data penelitian tersebut menunjukkan adanya indikasi besarnya modal para calon kepala daerah, baik untuk dana kampanye, sumbangan ataupun mahar politik untuk yang bersangkutan maju pemilihan.

“KPK tidak bisa masuk, jika di sana tidak ada penyelenggara dan kerugian negara,” ujarnya.

Untuk itu, Saut menambahkan, KPK lebih mendorong pada kegiatan pencegahan dalam pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia ini. Bahkan, ada usulan dari Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan agar langsung mendiskualifikasi pasangan yang melakukan politik transaksional.

“Mari kita coba pelan-pelan memgubahnya. Pertama sharing informasi. Mungkin banyak indikasi yang bisa ditindaklanjuti dengan pencegahan,” kata Saut. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait