Kuasa Hukum Setnov Sampaikan Tujuh Permohonan Atas Eksepsi

Metrobatam, Jakarta – Kuasa hukum terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto, Maqdir Ismail, menyampaikan tujuh permohonan dalam pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12).

Maqdir menilai, surat dakwaan terhadap Setnov tidak disusun jaksa penuntut umum dengan cermat dan jelas sehingga harus dibatalkan. “Kami memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sela dengan menerima keberatan atau eksepsi terdakwa,” ujar Maqdir.

Pihaknya juga meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan jaksa tidak jelas, tidak cermat, tidak lengkap, dan kabur sehingga perkara batal demi hukum.

Kemudian menyatakan perkara tidak dapat dilanjutkan dan memerintahkan agar berkas perkara pidana atas nama Setya Novanto dikembalikan ke jaksa.

Bacaan Lainnya

“Membebaskan terdakwa dari rumah tahanan negara Kelas I Jakarta Timur KPK seketika putusan ini dijatuhkan,” katanya.

Tim kuasa hukum juga meminta majelis hakim merehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum Setnov sesuai harkat dan martabatnya. “Serta membebankan biaya perkara kepada negara,” ucap Maqdir.

Majelis hakim akan memutuskan kelanjutan perkara Setnov dalam sidang mendengarkan tanggapan jaksa pada 28 Desember 2017.

Setnov tak banyak berkomentar selama persidangan. Kondisinya terlihat lebih sehat daripada sidang perdana pekan lalu. Ia langsung keluar dari ruang sidang melalui pintu belakang tanpa menemui awak media.

Tim kuasa hukum juga mengungkapkan keberatan atas dakwaan dugaan korupsi e-KTP dalam sidang eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta pagi tadi.

Dalam sidang eksepsi Setya Novanto itu, tim kuasa hukum pun mempertanyakan dakwaan jaksa bahwa kliennya menerima uang dan barang terkait proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Dalam dakwaannya Setnov disebutkan menerima uang US$7,3 juta dan jam tangan mewah Richard Mille seri RM011 seharga US$135 ribu.

Dalam eksepsinya, kuasa hukum menyatakan uraian perbuatan penerimaan fee yang disebut dalam dakwaan adalah asumsi jaksa. Salah satunya uang yang disebut diterima Setnov lewat keponakannya, Irvanto Cahyo Pambudi sebesar US$3,5 juta dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Faktanya, kata tim kuasa hukum, uang itu digunakan adik Andi, Vidi Gunawan, untuk membeli motor sport Ducati limited edition.

“Uang itu digunakan Vidi Gunawan untuk membeli motor sport Ducati kepada Irvanto. Dari hasil tersebut Irvanto mengambil keuntungan, dengan demikian tidak ada fakta yang membuktikan terdakwa menerima US$3,5 juta dari Irvanto,” ujar salah satu anggota tim kuasa hukum Setnov saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12).

Selain soal penerimaan uang, kuasa hukum juga menyebut penerimaan jam tangan Richard Mille yang didakwakan pada Setnov tak jelas. Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa Setnov menerima jam tangan Richard Mille dari Andi dan Johannes Marliem.

Kuasa hukum mendasarkan pada surat dakwaan Andi yang tak menjelaskan tentang pemberian jam tangan tersebut secara cermat dan jelas. Apalagi, lanjut kuasa hukum, jam tangan itu telah dijual Vidi dengan harga sekitar Rp1 miliar tanpa sertifikat resmi.

“Dari keterangan Vidi dalam BAP tidak ada fakta jam tangan Richard Mille diberikan Andi kepada Setnov,” katanya.

Kuasa hukum menyatakan Setnov memiliki jam tangan serupa dan bersertifikat resmi. “Sehingga tidak benar adanya pemberian jam tangan Richard Mille dari Andi dan Johannes Marliem,” sambung kuasa hukum dalam sidang eksepsi Setnov tersebut.

Uang yang diterima lewat Irvanto dan juga jam tangan Richard Mille itu terdapat dalam dakwaan yang dibacakan jaksa pada sidang perdana, 13 Desember 2017.

Dalam dakwaan tersebut disebutkan pada salah satu pertemuan rekanan Andi Narogong, Johannes Marliem mengatakan akan ada komitmen fee sebesar 5% dari nilai kontrak pengadaan e-KTP untuk Setnov dan anggota DPR lainnya.

Belakangan, untuk menindaklanjuti fee bagi Setnov, Andi Narogong disebutkan melakukan pertemuan dengan Paulus Tanos, Anang Sugiana Sudihardjo, dan Marliem di Apartemen Pacific Place, Jakarta Selatan.

“Menyepakati pemberian fee sebesar US$3.500.000 untuk terdakwa akan direalisasikan oleh Anang Sugiana Sudihardjo yang dananya diambilkan dari pembayaran PT Quadra Solution kepada Johannes Marliem,” ujar jaksa Eva Yustisia, pembaca dakwaan.

Namun, dana tersebut tak diberikan langsung kepada Setnov melainkan lewat perantara Made Oka Masagung.

Modus penyetoran fee bagi Setnov itu pun disamarkan dengan modus transfer lewat beberapa nomor rekening perusahaan dan tempat penukaran uang baik di dalam maupun di luar negeri.

Lewat Masagung, Setnov menerima seluruhnya US$3.800.000 dua rekening bank. Kemudian US$3.500.000 diterima Setnov lewat keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo kurun waktu 19 Januari 2012-19 Februari 2012.

Total penerimaan Setnov lewat Masagung dan Irvanto adalah US$7.300.000 untuk proyek e-KTP tersebut. Sementara untuk jam tangan, dalam proses persidangan dengan terdakwa Andi Narogong, pengusaha tersebut mengatakan telah dijual kembali di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait