Mahfud MD: Pak Said Aqil Dulu Sering Menyebut Saya Kader NU

Metrobatam, Jakarta – Mahfud MD mengungkapkan dirinya adalah bagian dari Nahdlatul Ulama (NU). Hal itu ditegaskan dirinya menanggapi pernyataan Ketum PBNU Said Aqil Siroj yang menyebut dirinya bukan kader NU dan tak pernah menjabat pengurus organisasi berafilisi dengan ormas tersebut.

“Saya minta maaf kepada keluarga besar Nahdlatul ulama gitu ribut-ribut soal kader, katanya Pak Mahfud itu kan bukan NU. Ya, aneh bagi saya, saya bukan NU. Saya ini lahir di Madura, di pondok pesantren NU, madrasah ibtidaiyah-nya NU, kemudian juga saya ikut dalam kegiatan-kegiatan NU misalnya saya menjadi rektor di Universitas Islam Kediri yang bernaung di bawah NU miliknya Kiai Iskandar,” ujar Mahfud saat jadi pembicara di program ILC, TVOne, Selasa (14/8) malam.

Selain itu, sambungnya, ia pun aktif dalam The Wahid Institute dan yayasan Puan Amal Hayati yang juga terafiliasi dengan NU.

“Dan yang resmi… Saya ini pengurus Ansor periodenya Nusron Wahid, yang ngurus SK-nya Aqil Siroj. Saya juga sampai hari ini adalah pengurus ISNU (Ikatan Sarjana NU), ketua dewan kehormatan di ISNU, yang melantik Pak Aqil Siroj. Dan, Pak Aqil Siroj dulu sering menyebut saya sebagai kader NU,” tutur Mahfud.

Bacaan Lainnya

“NU ini besar, NU milik umat… Jadi tidak bisa dikooptasi oleh satu partai karena NU ini milik bersama,” tegas mantan Menteri Pertahanan era Kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut.

Soal polemik Mahfud sebagai kader NU itu muncul setelah nama mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu disinyalir bakal menjadi cawapres mendampingi Presiden petahana RI Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019. Dalam program televisi tersebut, Mahfud mengaku mengetahui intrik politik yang terjadi kemudian sehingga Jokowi akhirnya memilih Rais Aam PBNU yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai cawapres.

“Saya dengan Kiai Ma’ruf takzim,” tutur Mahfud.

Mahfud juga mengaku sudah merelakan batal menjadi cawapres Jokowi. “Di NU kan banyak guyonan sejak dulu kan cuma ketawa-ketawa. Nanti selesai dengan ketawa-ketawa. Saya juga tidak merasa sakit hati tapi merasa senang bisa mengungkap ini,” aku Mahfud.

Menanggapi apa yang dilontarkan Mahfud tersebut, Ketua PBNU Marsudi Suhud enggan merespon lebih jauh soal pernyataan Mahfud menolak pernyataan Said Aqil soal dirinya bukan kader NU.

“Saya kan enggak denger dari kiai Said ya, saya enggak dengar langsung dari dia. Yang saya denger gitu guyonannya seperti itu,” ujarnya.

Selain itu, Marsudi juga enggan berkomentar soal tuduhan Mahfud yang menyatakan bahwa Ma’ruf Amin adalah orang yang menyuruh PBNU mengeluarkan ancaman kepada Joko Wudodo agar memilih cawapres dari NU.

Sebelumnya pada 8 Agustus lalu, Said Aqil menegaskan Mahfud bukan kader NU. Meskipun begitu, dia mengakui Mahfud dekat dengan NU. Namun, sambungnya, itu hanya sebatas kultural saja.

“Tapi dia (Mahfud) belum pernah menjadi aktivis NU,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Said Aqil pun membantah NU terlibat dukung-mendukung dalam bursa cawapres Jokowi kala itu.

“Kalau NU tidak dukung-dukungan. Partai politik yang dukang dukung. Kalau NU kan mendoakan,” ujar Said.

Tak Pernah Diumumkan Jadi Cawapres

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partai koalisi tak pernah mengumumkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang bakal mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

“Tidak pernah [mengumumkan] karena itu ranah Presiden Jokowi,” kata Hasto di Istana Negara, Rabu (15/8).

Pernyataan itu disampaikan Hasto menyikapi pernyataan Mahfud MD, pernah dihubungi sejumlah pihak seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PPP Romahurmuziy mengenai namanya final menjadi cawapres Jokowi.

Romahurmuziy diketahui hanya melempar pernyataan bahwa calon pendamping Jokowi berinisial M. Dia tidak menyebut nama Mahfud MD.

Sebelum pengumuman resmi oleh Presiden Jokowi, sejumlah persiapan telah dilakukan Mahfud mulai dari menjahit baju putih hingga menyerahkan data tidak pailit ke Pengadilan Negeri Sleman.

Tetapi, pada akhirnya, Jokowi menyatakan setelah atas pertimbangan dan persetujuan seluruh partai pendukung, dirinya memilih Ma’ruf Amin sebagai pendampingnya tahun depan.

Hasto mengatakan Jokowi memang meminta sejumlah orang bersiap. Hal itu dianggap perlu sebab perlu banyak opsi sebelum menentukan pemimpin negara.

“Kemudian ada plus minus setiap calon itu sejak awal disadari tapi ini satu kesatuan, Presidennya Pak Jokowi dan wakil presiden membantu tugas,” ucapnya.

Sementara bakal calon anggota legislatif (caleg) PDIP Kapitra Ampera mengklaim menjadi saksi jika Ketua Majelis Ulama (MUI) Ma’ruf Amin merekomendasikan nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menjadi calon wakil presiden Joko Widodo di pilpres 2019.

Pernyataan itu, kata Kapitra, disampaikan langsung Ma’ruf sehari sebelum Jokowi mengumumkan cawapres di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/8) lalu.

“Waktu itu saya tanya Kiai Ma’ruf mau jadi cawapres tidak? Dia bilang dia sudah merekomendasikan Mahfud MD sebagai cawapres. Demi Allah saya tidak bohong soal ini,” kata Kapitra kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/8).

Ia juga mengklaim bahwa tidak ada ekspresi kecewa di wajah Ma’ruf saat menyampaikan Mahfud MD yang ia perjuangkan menjadi cawapres Jokowi di pilpres tahun depan.

Mendengar jawaban itu, Kapitra pun langsung mengirim pesan teks atau SMS kepada Mahfud untuk menyampaikan selamat. Kapitra mengklaim mengirim pesan ke Mahfud pada pukul 11.00 WIB siang.

“Saya tantang pak Mahfud tunjukin HP-nya, ada SMS dari saya, Rabu 8 Agustus, siang,” kata Kapitra.

Untuk itu Kapitra menganggap Mahfud MD sudah khilaf karena mengira Ma’ruf Amin yang mencoba menjegalnya sebagai cawapres Jokowi. Kapitra pun mengecam langkah Mahfud yang menuding Ma’ruf menekan Jokowi lewat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

“Mahfud khilaf kalau anggap Kiai Ma’ruf mau menjegalnya jadi cawapres,” tutur Kapitra. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait