Masyarakat Diminta Jangan Panik Sikapi Informasi Potensi Tsunami

Metrobatam, Jakarta – Keluarga Alumni Teknik Sipil Gadjah Mada menggelar civil talk “Ancaman Tsunami Menelan Pulau Jawa ‘Fakta atau Hoax’”. Diskusi digelar di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

Diskusi ini menghadirkan Peneliti tsunami pada Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, Dosen UGM Radianta Triatmadja, dan Direktur Paramadina Abdul Rahman.

Peneliti Tsunami, Widjo Kongko dalam paparannya, memaparkan enam skenario potensi tsunami di Jawa Barat. Skenario tersebut, berupa kajian awal yang dituangkan dalam simulasi model komputer yang masih perlu dikaji lagi, untuk keperluan antisipasi dan mitigasi bencana.

Baca juga: Kajian BPPT Ilmiah, Tak Bisa Dipidana

Bacaan Lainnya

“Saya buat beberapa skenario. Segmen 1 (Enggano) terjadi gempa bagaimana, dua (Selat Sunda) bagaimana, tiga (Jawa Barat-Tengah) bagaimana, satu dua (Enggano dan Selat Sunda) bagaimana, dua tiga (Selat Sunda dan Jawa Barat-Tengah) bagaimana, satu dua tiga (Enggano, Selat Sunda, dan Jawa Barat-Tengah) bagaimana. Totalnya ada enam,” ujar Widjo, di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (10/4).

Dari enam skenario tersebut, simulasi model menunjukkan hasil adanya sejumlah potensi tsunami di beberapa wilayah di Jawa Barat. Mulai dari Bekasi, Lebak Banten, Pandeglang, hingga Ciamis Jawa Barat.

“Ini rata-rata bisa 30 meter lebih di pinggir pantai. Memang ada yang kemudian sangat tinggi. Ini di atas 50 meter. Tapi itu hasil model ya, saya sebenernya juga nggak terlalu percaya. Tapi model mengatakan seperti itu,” paparnya.

Radianta Triatmadja kemudian menanggapi hasil simulasi data Widjo yang menunjukkan potensi tsunami dengan ketinggian di atas 50 meter itu memungkinkan. Sebab, dalam pengetahuan tsunami, terjadinya tsunami dikatakannya ada yang masih samar-samar, namun juga ada yang sangat jelas.

“Yang samar-samar itu karena tsunami itu pasti didahului oleh gempa. Nah gempa itu nggak ada yang bisa memprediksi kapan terjadi gempa. Belum ada teknologi dan pengetahuan yang bisa memprediksi gempa. Kalau kita nggak memprediksi gempa ya kita nggak bisa memprediksi tsunami,” tuturnya.

Ia pun meminta masyarakat untuk menyikapi informasi terkait potensi tsunami tidak dengan kepanikan. Informasi yang disampaikan, seharusnya menjadi acuan masyarakat untuk lebih waspada akan potensi tsunami di wilayahnya.

“Masyarakat mestinya menyikapinya tidak dengan panik. Kan itu hanya potensi bukan prediksi. Itu potensi. Sehingga sikapi dengan baik, mitigasi dan kesiapsiagaan,” ujar Radianta.

Radianta menjelaskan, potensi tsunami bukanlah prediksi akan terjadinya tsunami. Sebab, bencana alam tsunami tidak dapat diprediksi kapan, di mana, dan berapa skala besaran tsunami.

Baca juga: BPPT Minta Maaf soal Pemodelan Tsunami 57 Meter

“Gempa bumi tidak bisa diprediksi. Tapi saya mengutip Robert J Geller, ilmuwan dari Tokyo University. Riset prediksi gempa bumi sudah dilakukan lebih dari 100 tahun, tapi belum ada satupun yang berhasil,” ujarnya.

Ia pun berharap, dengan adanya informasi adanya potensi tsunami ataupun bencana lainnya, pemerintah dan masyarakat lebih siap dan siaga. Di antaranya dengan menanamkan pendidikan evakuasi sejak dini, pembangunan jalur evakuasi yang baik, dan mitigasi yang baik.

“Pendidikan kesiapsiagaan keluarga itu (juga) harus ada,” ungkap Radianta.

Sementara, Abdul Rahman, menyampaikan, komunikasi bencana sesuai standar operasional prosedur (SOP) secara efektif juga perlu dilakukan. Agar nantinya, informasi dari adanya potensi bencana tidak menimbulkan kecemasan melainkan dapat menyelamatkan.

“Gempa itu memang nggak bisa diprediksi. Gempa aja nggak bisa apalagi tsunami yang diawali gempa. Pasti juga tidak bisa diprediksi. Yang bisa dilakukan adalah pada saat terjadi gempa, maka informasi itu seperti yang sudah ada juga SOP nya di BMKG,” tutur Abdul Rahman.

“Harus segera mungkin disampaikan informasinya melalui media yang paling cepat, termasuk potensi tsunami atau nggak. Selama ini juga sudah dijalankan. Kalau ternyata dalam beberapa waktu tidak terjadi tsunami maka harus diupdate informasinya, bahwa tsunami tidak terjadi supaya sekali lagi kecemasan tidak terjadi,” lanjutnya. (mb/detik)

Pos terkait