Memoar Kwik Kian Gie: Menjadi Intel di Belanda Demi Bebaskan Irian Barat

Metrobatam, Jakarta – Selama ini setiap operasi militer yang tercatat dalam sejarah sepertinya cuma mengisahkan perjuangan para tentara. Tak terkecuali dalam Operasi Pembebasan Irian Barat dari Belanda pada 1962. Padahal kala itu ternyata ada sejumlah mahasiswa Indonesia di Belanda yang turut berperan dengan segala risikonya.

Mereka antara lain Mohammad Samadikun dan Jimmy Tjan Hok Soei yang kuliah di Rotterdam, Basuki Gunawan dan Ramli Kasim (Amsterdam), Krisno Nimpuno dan Tan Hoan Koen (Delft), Frans Kho Mariakasih (Mijmegen), serta Sediono (Momi) Tjondronegoro dan Kwik Kian Gie.

“Pemimpin kami Samadikun. Namun, tampaknya Frans memegang peranan penting tapi baru belakangan kami mengetahui dia termasuk kelompok intel,” tulis Kwik dalam memoarnya, Menelusuri zaman yang dikutip detik.com, Selasa (20/2).

Berbagai aktivitas mereka lakukan seperti melobi sejumlah politisi Belanda di parlemen yang pro pengembalian Irian Barat agar jangan sampai terjadi peperangan. Hasil dari sejumlah diskusi formal mapun informal dengan mereka lambat laut berkembang cukup banyak politisi, pengamat, cendekiawan, dan media massa yang pro diserahkannya Irian Barat.

Bacaan Lainnya

“Partai Buruh pro diserahkannya Irian Barat, dan ketua fraksinya di parlemen, J. de Kadt menyarankan supaya Indonesia menembak mati beberapa serdadu Belanda,” tulis Kwik.

Kalau ini terjadi, Kadt akan mengerahkan demonstrasi kaum ibu. Dia yakin dengan demikian Belanda akan menyerahkan Irian Barat op een presenter blaadje (di atas sebuah baki). Di sisi lain, ada sebagian elit Belanda yang tetap ingin mempertahankan Irian Barat dengan argumentasi, secara etnis orang Irian termasuk dalam kelompok Melanesia, bukan Melayu.

“Semua diskusi dengan para pemimpin dan politisi Belanda kami tulis dalam bentuk laporan kepada Kolonel Wadli, atase militer di KBRI, Bonn, Jerman Barat,” tulis Kwik.

Upaya lain yang dilakukan adalah melobi para mahasiswa Papua yang sedang belajar di Belanda. Mereka dibujuk agar mau ke Indonesia secara rahasia, mendadak, dan memberikan konferensi pers di Jakarta. Untuk menghindari kecurigaan, para mahasiswa Papua itu dibawa ke Brussel, Belgia melalui jalur darat. Dari sana mereka mendapatkan tiket untuk ke Jakarta dari Direktur KLM, Van Konijneburg yang bersahabat dengan Bung Karno dan menjadi dosen tamu di UI.

Selain itu, Kwik yang juga menjadi staf lokal di KBRI bertugas mengumpulkan berbagai informasi tentang kondisi di Irian Barat. Dia antara lain mendapatkannya dengan mengumpulkan berita-berita di koran dan merekam semua siaran radio di Belanda.

Dari siaran percakapan langsung lewat radio antara kprajurit Belanda di Irian Barat dengan keluarga mereka di Belanda bisa terdeteksi ada berapa kapten dan kolonel di suatu kabupaten. Juga bisa terdeteksi di titik wilayah mana saja yang kosong dari pendudukan tentara Belanda. Di situlah pasukan TNI kemudian diterjunkan.

“Tapi sebetulnya saya pribadi baru tahu kalau semua yang dilakukan itu untuk operasi militer ya belakangan. Saya juga tidak kenal Pak Benny (Moerdani), tapi kemudian setelah dia menjadi Panglima ABRI saya bersahabat dengannya,” kata Kwik kepada detik.com melalui telepon, Selasa (20/2). (mb/detik)

Pos terkait