Mengerikan, Korban Tewas Miras Oplosan di Bandung Jadi 41 Orang

Metrobatam, Bandung – Pemerintah Kabupaten Bandung menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) situasional terhadap kasus miras oplosan yang merenggut puluhan nyawa yang melanda Kabupaten Bandung.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Achmad Kustijadi mengatakan penetapan KLB situasional tersebut didasarkan fakta terus bertambahnya penderita keracunan miras di Cicalengka dan sekitarnya.

“Baru tadi pagi sama Pak Sekda (Sekretaris Daerah) kita sepakat dan konsultasi ke Kemenkes bahwa ini kita tetapkan kejadian luar biasa situasional lebih mengarah kepada bencana sosial,” kata dia, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/4).

Karena status itu, Pemkab Bandung bertanggung jawab atas biaya perawatan dan pengobatan pasien. “Insya Allah, pembiayaan akan dijamin. Ada kontribusi dari Pemda terhadap beban masyarakat,” imbuhnya.

Bacaan Lainnya

Sesuai aturan, lanjut Achmad, KLB bisa ditetapkan meski kejadian ini bukan penyakit menular. “Memang ada KLB bencana sosial dan Kementerian sudah menyetujui,” ujarnya.

Berdasarkan informasi yang dia dapat dari tiga rumah sakit yang menangani korban dugaan miras oplosan ginseng, sebanyak 41 orang meninggal. “Meninggal 41, sedangkan kasusnya 129 yang sudah melaporkan,” ujarnya.

Dia merinci, korban meninggal terbanyak di RSUD Cicalengka. Dari 89 pasien, 31 di antaranya meninggal. Di RSUD Majalaya, tercatat 26 pasien dirawat, 3 meninggal meninggal dunia. Sedangkan di RS AMC, sebanyak 14 pasien dirawat, 7 meninggal.

“Tersebar di tigas rumah sakit yang kami dapatkan datanya,” ungkapnya.

Terpisah, Direktur Utama RSUD Cicalengka Yani Sumpena mengaku akan menjalankan instruksi Pemkab Bandung. “Ya memang sesuai dengan aturan kita dibebaskan biaya. Tapi ini kita baru mendapat pernyataan hari ini,” kata Yani.

Menurut Yani, selama kejadian berlangsung sejak Jumat (6/4) pihaknya selalu menerima pasien yang didiagnosis keracunan atau intoksikasi alkohol itu.

“Kita juga dari awal menerima, karena ini kemanusiaan ada yang bayar kita terima tidak juga terima,” ucapnya.

Senada, Direktur RSUD Majalaya Grace Mediana Purnami akan menjalankan instruksi tersebut.

“Karena ada pernyataan KLB tersebut yang kita gratiskan di kelas 3. Kalau atas permintaan sendiri masuk kelas 2, kelas 1 dan VIP itu bayar sendiri. Dalam peraturan kelas 3 yang digratiskan,” ujarnya.

Saat ini, kata Grace, pihaknya menangani 17 pasien korban keracunan miras di kelas 3. “Sampai sekarang totalnya 26 pasien, yang meninggal 3, yang sudah pulang 1. Mungkin hari ini ada rencana pulang. Untuk yang dirawat jumlahnya 22 dirawat sebagian lihat kondisinya sudah pulih,” paparnya.

Bisa Dihukum Belasan Tahun

Polisi telah menetapkan 2 tersangka terkait kematian 28 warga Kabupaten Bandung yang tewas akibat menenggak minuman keras (miras) oplosan. Berkaca pada kasus sebelumnya, pelaku bisa dijerat hukuman belasan tahun penjara.

Berdasarkan penulurusan detikcom, kasus yang sama pernah terjadi di wilayah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kasus ini bermula ketika Sandi Hardiansyah membeli miras oplosan pada 13 Desember 2014 dan minum bersama teman-temannya.

Sandi diketahui membeli miras ini dari Afrizal bersama Dudu Saefudin. Siapa sangka? Miras racikannya membuat Sandi bersama rekan-rekannya mengalami sesak napas, pusing, badan terasa panas, penglihatan buram dan tidak sadarkan diri. 6 Orang akhirnya dinyatakan meninggal akibat kejadian ini.

Atas perbuatannya, Afrizal ditangkap polisi dan dihadirkan ke persidangan. Pada 29 Juni 2015, Pengadilan Negeri (PN) Sumedang menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Afrizal.

Lalu apakah hukuman yang diterima Afrizal akan sama dengan JS dan HM, penjual miras oplosan yang menewaskan 28 orang di Cicalengka?

Berdasarkan putusan MA atas banding jaksa dalam kasus Afrizal, Majelis hakim menilai kematian para korban tidaklah semata-mata karena terdakwa menjual oplosan ginseng tanpa izin dan telah melanggar aturan, akan tetapi lebih kepada kelalaian dari para korban yaitu meminum minuman oplosan ginseng secara berlebihan sedangkan di sisi lain para korban setidak-tidaknya mengetahui bahwa minuman yang mengandung alkohol adalah berbahaya bagi keselamatannya dan pasti menimbulkan risiko bagi kesehatan atau bahkan jiwanya.

“Para saksi-saksi menerangkan bahwa para saksi secara sadar telah mengetahui sifat berbahaya dari minuman keras ketika para saksi diajak minum-minuman oplosan yang ditawarkan oleh korban yang meninggal,” putus majelis yang terdiri dari Willem Djari, Edi Widodo dan Syamsul Ali pada 17 September 2015.

Perlu diketahui, korban minuman keras (miras) oplosan di Cicalengka menjadi 28 orang. Jumlah tersebut terdiri 25 orang di RSUD Cicalengka dan 3 orang di RSUD Majalaya. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait