Millennial Bilang Lebih Baik Menikah Muda daripada Zina, Ini Kata Psikolog

Metrobatam, Jakarta – Dua anak SMP Amanda Safitri dan Muhammad Fitrah alias Gaston menjadi viral setelah memposting foto pernikahan mereka di Facebook dan menarik perhatian netizen. Pasangan anak SMP yang berasal dari Sumatera Selatan ini melangsungkan pernikahan di umur masih sangat muda yakni 15 tahun.

Keputusan Amanda Safitri untuk menikah dengan pria yang seusianya ini mendapat beragam reaksi dari netizen. Ada yang memandang negatif pernikahan Amanda dan Gaston yang masih di bawah umur ini. Namun tak sedikit pula yang mendukung mereka karena menikah muda. Menurut para netizen memutuskan menikah adalah hal yang tepat daripada harus berzina.

Anggapan dan kampanye lebih baik menikah muda daripada zina memang semakin ramai disuarakan. Sebagian berpendapat menikah muda mungkin sesuatu yang positif dan menjadi pilihan tepat agar terhindar dari dosa. Namun bagaimanakah pandangan psikolog tentang menikah muda lebih baik daripada zina?

Psikolog Ayoe Sutomo mengungkapkan jika melihat dari sisi agama memang benar menikah muda lebih baik daripada zina. Namun sebetulnya makna sebuah pernikahan bukan menghindari zina saja atau pemuasan kebutuhan seksual. Makna pernikahan menurut Ayoe lebih luhur dari itu. Dibutuhkan kesiapan dan kematangan secara emosi dan finansial untuk membangun sebuah rumah tangga.

Bacaan Lainnya

“Banyak yang menggembar-gemborkan menikah saja daripada zina tapi coba kita telaah lebih dalam lagi. Kalau berbicara mengenai Islam ada firman yang bilang, kalau belum sanggup atau belum siap untuk menikah ya berpuasalah, tundukkanlah pandanganmu. Jadi kalau orang bilang gitu menurut saya itu agak sedikit mencari-cari alasan supaya buru-buru nikah. tapi kalau dipikirkan baik-baik selamatkanlah pernikahanmu sebelum pernikahanmu dimulai,” tutur Ayoe ketika dihubungi Wolipop, Selasa (20/6)

Untuk membangun sebuah rumah tangga dan pernikahan memang dibutuhkan kematangan emosi dan mengetahui tujuan utama untuk menikah. Menurut psikolog yang juga pembawa acara di salah satu televisi swasta ini pernikahan bukan hanya menghindari zina tetapi juga bertanggungjawab atas kehidupan pasangan setelahnya dan membawanya hidup menjadi lebih baik.

“Kalau cuma untuk menghindari zina, setelah selesai berhubungan dan mendapatkan kepuasan secara fisik, zina terhindar, lalu bagaimana dengan komitmennya, bagaimana dengan pertanggungjawabannya, apakah cuma sebatas itu? Bukan hanya menghindari zina saja tapi Anda bertanggungjawab untuk memberikan nafkah kepada perempuan yang Anda nikahi, siapkah Anda? Anda bertanggungjawab untuk membimbing, siapkah Anda? Matangkah Anda? Jika secara emosi saja masih belum siap untuk mengimami diri sendiri bagaimana membawa orang lain,” jelas Ayoe.

Secara psikologis usia 15 tahun umumnya belum bisa mencapai kematangan secara emosi yang bisa dikatakan belum siap untuk menikah. Sementara itu menikah di usia remaja juga berpotensi mengganggu kesehatan tubuh dan sistem reproduksi wanita. Sehingga kurang tepat jika banyak yang beranggapan lebih baik menikah daripada zina.

Menurut psikolog Liza Marielly Djaprie lebih baik mengaktifkan pendidikan seksual untuk anak dan remaja agar terhindar dari pernikahan di usia belia. Ia juga mengungkapkan dari sisi agama memang lebih baik menikah daripada zina, namun pernikahan yang berlangsung di usia 15 tahun juga berisiko pada perceraian.

“Kita berbicara sama-sama dosa biasanya ya pertama kenapa nggak ajari saja pendidikan seksual pada saat remaja jadi mereka belajar tidak melakukan seks di luar nikah daripada misalnya itu hitungannya untuk menghindari dosa terus kawin cepat tapi nanti kalau nggak workout kalau cerai dosa juga,” ungkap Liza.

Ibu empat anak ini juga menyatakan sangat penting mengaktifkan kembali pendidikan seksual untuk anak dan remaja di sekolah. Tidak hanya mengajarkan tentang hal-hal seksual atau apa yang tidak boleh dilakukan saat remaja, pendidikan seksual juga dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual terhadap anak.

“Daripada nanti ke depannya lebih nggak karu-karuan lagi, berantem terus pukul-pukulan karena belum mampu meregulasi masalah dengan baik jadi kalau buat saya balik lagi ke pendidikan seksual. Masalahnya adalah segala hal yang berbau seksualitas ditutup-tutupi. Sementara itu seks adalah alamiahnya manusia dan makin ditutup-tutupi anak-anak remaja makin penasaran, makin coba-coba. Mungkin mereka hanya penasaran aja tapi nggak gitu juga harusnya jangan main-main dengan pernikahan,” jelas Liza. (mb/detik)

Pos terkait