Muncikari di Garut yang Jual 2 Putrinya Terancam 15 Tahun Bui

Metrobatam, Garut – Polisi menetapkan dua perempuan muncikari inisial TA (44) dan SA (18) sebagai tersangka dalam kasus prostitusi online di kawasan Cipanas, Kabupaten Garut, Jawa Barat. TA diketahui melibatkan dua puterinya dalam bisnis haram ini. Kedua muncikari tersebut terancam penjara 15 tahun.

Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna mengatakan ada tiga pasal berbeda yang dijeratkan. Mulai dari pasal berkaitan muncikari hingga Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Mereka juga menyebarkan gambar tak senonoh,” ujar Budi, Minggu (26/5/2019).

TA dan SA digerebek polisi saat melakukan transaksi prostitusi di salah satu penginapan yang ada di Cipanas, Garut, Jumat (24/5). Dari tangan keduanya polisi menyita uang tunai ratusan ribu rupiah hingga alat kontrasepsi.

Bacaan Lainnya

Selain dua pasal tadi, keduanya juga dijerat Undang-undang Perlindungan Anak. Mereka kedapatan menjual dua bocah di bawah umur ke lelaki hidung belang saat dilakukan penggerebekan.

“Karena ada dua orang korban (PSK) di bawah umur,” katanya.

TA dan SA telah menjalani pemeriksaan polisi. Keduanya kini mendekam di sel tahanan Polres Garut.

“Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara,” ucap Budi.

Pengungkapan prostitusi online ini dilakukan Jumat (24/5/2019) lalu oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan tim Resmob Polres Garut.

Ada 15 orang yang diamankan yakni 7 PSK, 2 muncikari serta 6 lelaki. Dua muncikari berinisial TA (44) dan SA (18) ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya tertangkap tangan saat tengah melakukan transaksi di salah satu penginapan di Cipanas.

Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, ditemukan banyak fakta memilukan dalam kasus itu. Dua muncikari memiliki ceritanya masing-masing.

TA, yang sudah jadi ‘mamih’ setahun terakhir diketahui ikut menjual dua putrinya yang masih berusia 16 dan 19 tahun. Keduanya ditarif Rp 1 juta.

Sementara SA diketahui menjadi muncikari lantaran terdesak kebutuhan ekonomi. Dia jadi muncikari untuk membiayai pengobatan bayinya yang mengidap penyakit epilepsi.

“Kita juga kenakan Undang-undang Perlindungan Anak karena ada dua orang (PSK/korban) yang di bawah umur,” ujar Budi. (mb/detik)

Pos terkait