Nama Cawapres Mengerucut 5, Ngabalin: Perhatikan Gestur Jokowi

Metrobatam, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan nama calon cawapres 2019 yang akan mendampinginya sudah mengerucut ke lima nama. Tenaga Ahli Utama Deputi IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin memberikan sedikit bocoran soal sosok yang bakal dipilih Jokowi.

“Semua orang mesti bersabar sejenak karena memikirkan cawapres itu tentu presiden mesti orang harus nyaman, kemudian memiliki chemistry yang sama, paling tidak beliau pernah kerja sama di dalam pemerintahan, dalam kontak komunikasi,” kata Ngabalin kepada detikcom, Rabu (11/7).

Politikus Golkar itu juga meminta semua pihak bersabar soal sosok cawapres Jokowi di Pilpres 2019. Dia kemudian menyebut Jokowi sebenarnya sudah memberikan gimik-gimik yang mengarah ke tokoh yang bakal dipilih untuk mendampinginya nyapres.

“Tadi bersama-sama dengan presiden jam 4 pembukaan Kongres V Jam’iyyatul Qurra Wal Huffazh. Sebenarnya teman-teman ini bisa melihat gestur-gestur yang beliau tampakkan, dan sejumlah pilihan kata, pertemuan-pertemuan terakhir akan memberikan banyak kawan sahabat,” urainya.

Bacaan Lainnya

Ngabalin menyebut Jokowi sebagai figur orang Jawa yang berhati-hati dengan tutur kata dan gestur yang digunakan. Dia pun menyebut Jokowi bisa mengumumkan figur pendampingnya kapan saja.

“Butuh waktu sejenak karena ini beliau ini orang Jawa, Solo lagi, jadi kultur, itu ada gestur, pilihan-pilihan kata, memang butuh waktu, cuaca waktu yang tepat. Situasi di mana mood-nya karena kan orang mengumumkan cawapres, bagi Presiden Joko Widodo tak ada masalah setiap saat bisa mengumumkan kepada publik Indonesia dan tak harus menunggu siapa, soal waktu saja,” papar Ngabalin.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengungkapkan nama calon wakil presiden (cawapres) 2019 yang akan mendampinginya masih dalam tahap penggodokan. Meski belum mau menyebut nama, Jokowi menyebut bakal cawapresnya sudah mengerucut ke lima nama dan bisa berasal dari berbagai kalangan.

“Sepuluh mengerucut ke lima,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat.

Disarankan Pilih Tokoh Islam

Pengamat politik Boni Hargens mengatakan Presiden Joko Widodo memiliki otoritas sendiri untuk menentukan pendampingnya dalam pilpres 2019. Meski begitu, menurut Boni, Jokowi harus mempertimbangkan faktor politik Islam hingga politik bernuansa SARA dalam menentukan pilihannya.

“Saya melihat dengan munculnya kebangkitan Islam politik maka figur yang dibutuhkan adalah seorang pemimpin muslim yang intelek, punya wawasan. Sama dengan Pak Jokowi yang memahami Indonesia. Artinya, yang menjamin masa depan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI,” kata Boni ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (11/7).

Dukungan kepada Jokowi diyakini Boni akan semakin meningkat jika yang bersangkutan mengambil wakil dari kalangan pemikir muslim.

“Apalagi belakangan survei bahwa 70-an persen pemilih muslim mendukung Pak Jokowi. Ini akan memperkuat dengan munculnya muslim yang intelek sebagai wakil presiden. Saya pikir ini akan menjadi kekuatan baru,” katanya.

Boni menyinggung nama-nama kandidat cawapres yang telah dikantongi Jokowi. Dari 10 nama yang sempat beredar, dia menduga ada dua nama tokoh Islam yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Ketua MUI Ma’ruf Amin.

“Saya pikir tokoh besar. Cuma nanti apakah salah satu dari nama itu kita enggak tahu,” ujarnya.

Berdasarkan nama yang beredar itu, Boni mengatakan bakal mengerucut hingga tinggal satu calon yang juga merupakan hasil kesepakatan semua partai koalisi.

“Semua akan setuju. Ini saya kira hasil kesepakatan semua partai. Pak Jokowi ini ahli strategi. Dia tahu betul bagaimana mengambil keputusan. Sehingga saya pikir tidak ada kontroversi terkait itu,” kata dia.

Boni tak memungkiri bisa saja Jokowi memilih pendamping dari latar belakang ekonom. Artinya, sosok yang memahami persoalan ekonomi bangsa, sebab menurutnya tantangan Indonesia saat ini tak hanya kebangkitan ideologi radikal tetapi juga faktor ekonomi.

“Ya, hari ini kan tantangan ekonomi selain tantangan sosial kebangkitan-kebangkitan ideologi-ideologi radikal tapi faktor utama juga ekonomi,” katanya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait