Nugroho, Geolog Indonesia Pertama yang Akan Meneliti di Antartika

Metrobatam, Yogyakarta – Benua Antartika seolah menjadi surga bagi ilmuwan dari seluruh dunia yang ingin menguak misteri evolusi bumi. Seorang geolog muda asal Indonesia, Nugroho Imam Setiawan PhD terpilih menjadi salah seorang peneliti yang akan berangkat ke benua itu untuk menjalankan ekspedisi penelitian pada November 2016 nanti.

Bersama puluhan peneliti lain dari Jepang dan sejumlah negara Asia lain, Nugroho bergabung dalam Japan Antarctic Expedition ke-58 (JARE58). Ekspedisi ini akan berlangsung pada 27 November 2016 sampai 22 Maret 2017.

Terdapat 10 topik penelitian yang akan dilakukan oleh 8 peneliti dalam ekspedisi tersebut. Sepuluh topik tersebut yaitu meteorogical observation, Atmospheric physics, Penguin, Terrestrial biology, Oceanography, Geophysics, Tidal Observation, Geodesy, dan Geology.

“Saya masuk di topik penelitian geologi, ada 8 orang di dalamnya,” ujar Nugroho saat ditemui di kantornya di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Selasa (18/10).

Bacaan Lainnya

Di antara 8 orang tersebut, 5 peneliti dari Jepang, 3 peneliti lain berasal dari Indonesia, Mongolia, dan Thailand. Penelitian yang diadakan dan dibiayai sepenuhnya oleh Jepang ini memang sengaja melibatkan peneliti dari negara-negara Asia lainnya yang belum memiliki base camp penelitian di Antartika.

Sedangkan Jepang sudah memiliki base camp bernama Syowa Station di Benua yang 98 persennya tertutup salju ini.

“Kebanyakan yang sudah punya base camp di sana adalah negara-negara maju. Kalau dari Asia ada Jepang, India, Tiongkok dan Korea Selatan (yang sudah memiliki base camp penelitian),” ujar Nogroho.

Bagi mereka detektif bumi, begitu Nugroho menyebut profesi geolog, Benua Antartika menjadi lokasi penelitian yang menyimpan dan merekam data evolusi bumi dengan sangat baik. Batuan metamorf, yang merupakan objek penelitian Nugroho nanti akan bisa diperoleh dengan mudah tanpa perlu penggalian atau disebut juga sebagai singkapan.

Sebab benua terluas nomor lima ini bisa dibilang merupakan dataran tertua yang paling sedikit mengalami pergeseran dibanding daratan lainnya.

“Dia (Benua Antartika) tetap ada di sana terus. Jadi poros yang sedikit sekali pergeserannya. Sedangkan (dataran) lainnya adalah pecahan, atau sudah ada aktivitas vulkanis dan ada sedimen yang menutupi,” urainya.

Pria kelahiran Jakarta 18 September 34 tahun yang lalu ini mengatakan, benua ini juga paling bersih dari penduduk dan dari konflik politik. Tak hanya itu Antartika juga merupakan benua yang paling berpengaruh pada perubahan iklim dan sistem laut.

“Di Antartika, tidak ada manusia yang tinggal di sana, kita bebas lakukan penelitian, tidak ada klaim negara, tidak butuh visa. Izinnya (penelitian) melalui traktat, asal kita tergabung. Indonesia tidak termasuk di dalamnya (traktat),” kata Nugroho.

Tak heran, banyak negara yang berlomba-lomba mendirikan base camp penelitian di sana.
(mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *