‘Otto dan Fredrich Mundur, Hilangnya Kontrol Atas Setnov’

Metrobatam, Jakarta – Kurang dari sepekan sebelum sidang perdana kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP), tersangka kasus korupsi e-KTP Setya Novanto ditinggal dua pengacaranya, Otto Hasibuan dan Fredrich Yunadi.

Sidang perdana Setya Novanto akan digelar Rabu 13 Desember, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Otto dan Fredrich memilih mundur mendampingi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto. Mundurnya Otto dan Fredrich dinilai sebagian publik, sebagai drama baru kasus Setya Novanto.

Datang bersama ke Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, Otto dan Fredrich menyampaikan langsung keputusan mundur ke Setnov.

Bacaan Lainnya

Otto mengaku sungkan menyerahkan langsung surat pengunduran dirinya pada ketua umum nonaktif Partai Golkar tersebut. Kemarin, Jumat (9/12), dia menitipkan surat tersebut ke lembaga antikorupsi.

Otto mengatakan, keputusan mundur diambil setelah dirinya tak menemukan kesepakatan dan kesepahaman dengan Setnov dalam menghadapi kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Sementara itu, Fredrich menyebut memilih mundur lantaran ada Maqdir Ismail yang masuk belakangan dalam tim kuasa hukum Setnov. Menurut dia, tak mungkin ada dua kapten dalam satu kapal.

“Kalau dua kapten, yang satu maunya kanan yang satu maunya kiri, kapalnya tenggelam, kan gitu kan,” tutur Fredrich.

Kini, tinggal Maqdir yang mendampingi Setnov menghadapi dakwaan jaksa penuntut umum KPK.

Maqdir sempat kecewa dengan mundurnya Otto dan Fredrich menjelang sidang perkara pokok di Pengadilan Tipikor Jakarta. “Tapi itu kan pilihan orang. Pilihan orang itu kan enggak bisa didiskusikan,” tuturnya.

Guru Besar Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji melihat mundurnya Otto dan Fredrich bukan sebagai strategi atau manuver dari Setnov di tengah kasus hukumnya.

Dia menilai mundurnya mereka berdua murni soal kesepahaman dengan Setnov. “Mundurnya pengacara itu tidak bisa dikatakan sebagai bagian manuver strategi SN,” kata pria yang karib disapa Anto kepada CNNIndonesia.com.

Anto yang juga berprofesi sebagai pengacara menyebut, alasan Otto dan Fredrich mundur mendampingi Setnov yang disampaikan pada publik kemarin merupakan hal wajar.

Menurut dia, motif seorang pengacara mundur mendampingi kliennya salah satunya memang karena dilandasi perbedaan pendapat ataupun strategi pembelaan.

“Salah satunya (seorang pengacara mundur) adalah memang persoalan pendapat hukum yang berbeda atau memang kontrol atas strategi pembelaan yang berbeda,” ujarnya.

Mantan Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK itu melanjutkan, sekalipun Setnov tak didampingi kuasa hukum, persidangan akan terus berjalan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Ada atau tidaknya pengacara, sidang pokok perkara tetap harus dilanjutkan sesuai hukum acara pidana yang berlaku dan tidak akan mempengaruhi hakim pengadilan,” kata Anto.

Pasal 56 ayat (1) KUHAP menyebutkan, dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.”

Juru bicara KPK Febri Diansyah tak mau mencampuri pengunduran diri kedua kuasa hukum Setnov tersebut. Menurut dia, mundur atau bertambahnya kuasa hukum yang mendampingi seorang tersangka bukan domain KPK.

Menurut Febri, setelah persidangan dijadwalkan Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa penuntut umum KPK telah diperintahkan untuk menghadirkan Setnov ke hadapan majelis hakim pada Rabu 13 Desember 2017.

“Di penetapan PN Jakpus sudah diperintahkan agar JPU di KPK menghadirkan terdakwa Setya Novanto. Hal itulah yang akan kami lakukan,” kata dia.

Berkas perkara Setnov dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu 6 Desember 2017. Berkas tersebut terdiri dari surat dakwaan, berita acara pemeriksaan (BAP) saksi-saksi dan ahli serta barang bukti.

Sepanjang penyidikan Setnov, KPK telah memeriksa 99 saksi. Saksi-saksi tersebut berasal dari pihak swasta yang merupakan anggota Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) penggarap proyek e-KTP, anggota maupun mantan anggota DPR, notaris serta pengacara. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait