Pemerintah Nyatakan Tragedi 1965 Diselesaikan Lewat Jalur Non Yudisial

Metrobatam, Jakarta – Pemerintah secara resmi menyatakan sikap terkait tragedi 1965. Setelah melalui berbagai kajian dan penelitian, pemerintah menyatakan penanganan tragedi 1965 akan diselesaikan melalui jalur non yudisial.

“Bahwa untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintah telah membentuk tim gabungan yang terdiri dari unsur Kejaksaan Agung, Komnas HAM, TNI/Polri, para pakar hukum dan masukan dari masyarakat,” kata Menko Polhukam Wiranto di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Sabtu (1/10).

Hal itu disampaikan Wiranto usai upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo.

Wiranto menjelaskan, pemerintah telah melalui kajian dan diskusi yang panjang untuk menentukan sikap terkait perstiwa G30S/PKI. Kajian hukum pun disebut Wiranto telah banyak dilakukan untuk menentukan status hukum kasus masa lalu itu.

Bacaan Lainnya

“Dari pendekatan yudisial telah dilakukan pendalaman tentang peristiwa tersebut. Dari kajian hukum pidana, peristiwa tersebut termasuk dalam kategori ‘The principles clear and present danger’, negara dapat dinyatakan dalam keadaan bahaya dan nyata, maka tindakan yang terkait national security merupakan tindakan penyelamatan,” jelas Wiranto.

“Dari peristiwa tersebut juga dapat berlaku adagium ‘Abnormaal recht voor abnormaale tijden’, tindakan darurat untuk kondisi darurat (abnormal) yang dapat dibenarkan secara hukum dan tidak dapat dinilai dengan karakter hukum masa sekarang,” tegasnya.

Tak sampai di situ, telah dilakukan bedah kasus antara penyelidik Komnas HAM dan penyidik Kejaksaan Agung yang ternyata menemui hambatan yuridis. Pemenuhan alat bukti menjadi hambatan terbesar untuk menentukan status hukum peristiwa besar itu.

“Terdapat kesulitan untuk terpenuhinya standar pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” imbuh Wiranto.

Pemerintah lalu memutuskan untuk menyelesaikan masalah 1965 melalui jalur non yudisial. Wiranto menegaskan, penyelesaian melalui jalur non yudisial dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal, yaitu:

1. Tidak ada nuansa saling menyalahkan
2. Tidak lagi menyulut kebencian atau dendam
3. Sikap/keputusan pemerintah dibenarkan oleh hukum dan dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan
ekses negatif yang berkepanjangan
4. Tergambar kesungguhan pemerintah untuk menyelesaikan tragedi tersebut dengan sungguh-sungguh
5. Ajakan pemerintah untuk menjadikan peristiwa tersebut sebagai pembelajaran bagi bangsa Indonesia
agar di masa kini dan masa depan peristiwa semacam itu tidak terulang lagi

Wiranto juga menyampaikan sikap politik resmi pemerintah terkait tragedi 1965.

Pertama, bahwa pada tahun 1965 dan tahun sebelumnya telah terjadi perbedaan secara ideologi politis yang berujung pada makar, sehingga menimbulkan kemunduran dan kerugian besar bagi bangsa Indonesia.

Kedua, pemerintah merasa prihatin atas jatuhnya korban dalam peristiwa tahun 1965 dan secara bersungguh-sungguh berusaha menyelesaikan dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat tersebut melalui proses non yudisial yang seadil-adilnya agar tidak menimbulkan ekses yang berkepanjangan.

“Ketiga, pemerintah mengajak dan memimpin seluruh bangsa Indonesia dengan mengedepankan ideologi Pancasila untuk bersama-sama merajut kerukunan bangsa agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi di masa kini dan masa yang akan datang,” pungkas Wiranto.(mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *