Pemprov NTT Akan Legalkan Penjualan Miras Tradisional, Apa Dampaknya?

Metrobatam, NTT – Sopi, minuman beralkohol tradisional khas Nusa Tenggara Timur, bakal dijual secara legal. Hal ini amat mungkin menjadikan sopi sebagai produk miras pertama di Indonesia yang disokong penuh—baik perizinan, produksi, maupun distribusinya—oleh pemerintah setempat.

Pemerintah Provinsi NTT berharap wacana ini tidak hanya melestarikan budaya lokal, tapi juga memicu aktivitas ekonomi.

Adapun pengamat menilai wacana itu ibarat dua sisi dari sekeping mata uang: bisa mencegah peredaran miras oplosan, tapi tingkat konsumsinya berpotensi kebablasan jika tidak dikontrol secara ketat.

Niat pemda menjual sopi secara legal didasarkan masifnya pada jual-beli minumas keras tradisional tersebut di berbagai wilayah mereka.

Bacaan Lainnya

Namun, kata Juru Bicara Pemprov NTT, Marius Jelamu, produksi sopi selama ini tidak menggunakan standar kualitas baku. Di sisi lain, penjualan ilegal disebutnya membatasi nilai ekonomis sopi.

“Dalam setiap pesta, di mana pun di NTT, di pesta adat, kematian, atau kelahiran, warga kami pasti minum sopi. Ini sudah sangat melekat dengan budaya,” kata Marius .

“Pemerintah ingin mengatur agar minuman ini tidak liar. Konsumsi budaya ini ternyata juga bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,” tuturnya.

Rencana penjualan sopi atas sokongan Pemprov NTT ini diklaim akan dimulai dengan kajian formula produksi sopi terbaik. Penelitian itu akan dilakukan Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Marius berkata, dalam setahun ke depan hasil penelitian itu sudah harus menjadi dasar produksi massal sopi berkadar alkohol 45%.

Pemprov NTT telah menunjuk perusahaan swasta, PT NAM Nasional, sebagai distributor sopi itu, tapi belum menentukan harga jual.

“Mimpi kami sopi ini suatu saat bisa duduk sama tinggi dengan sake dari Jepang. Pangsa pasar utamanya adalah tetangga terdekat: Timor Leste dan Australia,” kata Marius.

Apa dampak legalisasi sopi?

Penjualan miras secara resmi dianggap bisa mencegah kematian massal akibat konsumsi minuman alkohol oplosan. Alasannya, miras yang dijual di publik harus melewati uji kelayakan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Merujuk penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), selama 10 tahun terakhir setidaknya 800 orang tewas setelah menenggak miras oplosan di Bandung, Jawa Barat.

Angka itu bisa lebih besar jika dikalkulasi dari seluruh wilayah Indonesia, kata peneliti CIPS, Mercyta Jorsvinna.

“Kita tidak bisa mengontrol tendensi orang meminum alkohol. Kalaupun mereka mau mabuk, harus minuman legal yang pemicu kematiannya rendah.”

“Minuman keras legal melalui verifikasi pemerintah, sudah ada kajian kesehatan. Jadi lebih baik melegalkan daripada orang membuat miras dengan bahan yang tidak pernah diuji,” ujar Mercyta.

Bagaimanapun, kata Mercyta, peredaran miras legal tetap perlu diawasi agar tak memicu penggunaan yang berlebihan. Ia menyebut pengawasan itu harus bersifat umum agar pelaksanaannya sama di setiap daerah.

“Kontrol alkohol semestinya terpusat,” ujarnya.

Terkait kontrol ini, Pemprov NTT mengklaim akan segera menerbitkan aturan konsumsi sopi. Salah satu poin yang disebut akan masuk regulasi itu adalah batas usia konsumen.

Apa kata konsumen?

Legalisasi sopi dianggap bakal menghilangkan kekhawatiran dampak miras itu terhadap kesehatan. Joko Panji, warga Surabaya, mengaku selalu berpikir dua kali untuk meminum miras tradisional itu.

“Tahun 2015 saya minum sopi di desa Sikka. Harga per liter Rp150 ribu. Pagi-paginya saya muntah dan kepala sakit sekali.”

“Saya harap akan ada pengawasan ketat, lokasi pembuatannya harus steril. Kemasannya juga bukan botol bekas lagi,” ujarnya.

Adapun, Lalu Rahadian, warga Jakarta, menilai legalisasi sopi tidak akan banyak mengubah cita rasa maupun citra sopi. “Kalau dilegalisasi, rasa dan kualitasnya akan tetap sama saja,” katanya. (mb/okezone)

Pos terkait