Pendiri PKS Yusuf Supendi Jadi Caleg PDIP

Metrobatam, Jakarta – Pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yusuf Supendi bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan Yusuf menjadi caleg dari PDIP untuk daerah pemilihan Jawa Barat V dalam Pileg 2019.

“Benar (Yusuf menjadi caleg PDIP). Insya Allah Jabar V,” ujar Eva dalam pesan singkat, Selasa (17/7).

Eva mengklaim Yusuf bergabung dengan PDIP karena memahami dan setuju dengan ideologi nasionalisme religius ala Pancasila 1 Juni 1945. Meski demikian, Eva enggan berkomentar soal polemik perpecahan yang ada di PKS.

Yusuf merupakan salah seorang pendiri PKS. Ia merupakan generasi pertama gerakan Tarbiyah yang merupakan cikal bakal PKS. Selain berkecimpung di parpol, ia juga pernah terpilih sebagai anggota DPR pada periode 2004-2009 dari Dapil IV.

Bacaan Lainnya

Terpisah, politisi PKS Refrizal menjelaskan bahwa Yusuf sudah keluar dari PKS sejak lima tahun yang lalu. Bahkan, ia menyampaikan Yusuf pernah bergabung dengan Hanura sebelum pindah ke PDIP.

“Sudah lama dia keluar dari PKS,” ujar Refrizal.

Atas hal tersebut, Refrizal menegaskan perpindahan Yusuf tidak terkait dengan perpecahan di PKS. “Tidak ada kaitan sama sekali dengan PKS,” ujarnya.

Yusuf Supendi dipecat dari PKS pada 2010 ketika menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Syariah PKS. Dia merasa difitnah atas tuduhan menyelewengkan dana sumbangan dan mengganggu istri orang lain.

Yusuf menilai pemecatannya tidak sesuai prosedur dan sempat menggugat PKS ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun ditolak hakim. Pada 3 Juli 2018, dia mengajukan peninjauan kembali atas pemecatan tersebut.

Ungkap Alasan Hijrah ke PDIP

Yusuf Supendi mengatakan, sekitar 70 persen kader PDI Perjuangan adalah umat muslim dan kalangan santri. Atas dasar itulah Yusuf memutuskan untuk maju sebagai bakal caleg DPR pada Pileg 2019 bersama PDIP.

“Menurut hasil penelitian itu, 70 persen pendukung PDIP itu umat Islam dan santri, 77 persen santri. Saya kan santri, jadi ketemu santri cocok,” ucap Yusuf di kantor KPU, Jakarta, Selasa (17/7).

Diketahui, Yusuf maju sebagai bakal caleg DPR untuk daerah pemilihan Kabupaten Bogor. Selain soal persoalan agama dan santri, pertimbangan lain Yusuf karena PDIP merupakan partai papan atas.

Yusuf berpendapat bahwa ada tiga jenis partai politik. Pertama, partai papan atas, menengah, dan terbawah. Dia menilai PDIP lebih mapan daripada Hanura yang merupakan kendaraan politik Yusuf sebelumnya saat mendaftar caleg Pemilu 2014 lalu.

“Kalau papan atas, di atas. Kalau turun-turun juga tidak masalah. Sedikit saja,” ujar Yusuf.

Yusuf yakin dirinya kembali terpilih dan duduk di parlemen pada periode 2019-2024 mendatang. Dia yakin lantaran pernah mendapat banyak suara saat maju sebagai caleg bersama PKS maupun Hanura di pemilu-pemilu sebelumnya. Dia pun optimis karena dapil kabupaten Bogor adalah kampung halamannya.

“Cuma saya lama di Jakarta. Insya Allah, teman-teman juga bilang, saya tidak perlu kampanye. Tidak perlu jual visi misi. Tinggal ketemu silaturahmi saja,” lanjutnya.

Mengenai motif maju kembali menjadi calon anggota legislatif, Yusuf mengatakan ingin memanfaatkan potensi yang dimiliki. Yusuf mengklaim teman-temannya selama ini menilai dirinya memiliki potensi di bidang politik. Karenanya, dia ingin memanfaatkan potensi yang ada.

“Kan lebih baik dimanfaatkan untuk bangsa, agama,” katanya.

Yusuf lalu menjelaskan mengapa dirinya meninggalkan Hanura dan maju bakal caleg bersama PDIP. Yusuf mengklaim sebetulnya belum resmi nonaktif dari Hanura.

Dia mengaku telah menghubungi Wiranto dan ajudannya. Yusuf ingin bertemu dan berdiskusi dengan mantan Ketum Hanura tersebut. Namun, iktikad untuk bertemu tak kunjung tercapai. Dia mengatakan ajudan Wiranto tidak kunjung mengagendakan pertemuan antara dirinya dengan Wiranto.

Hingga kemudian, Yusuf datang ke DPP PDIP Pada 9 Juli. Setelah itu, Yusuf menghubungi Wiranto melalui pesan singkat.

“Kemudian sorenya saya SMS ke Pak Wiranto, saya bilang mohon izin. Mohon maaf saya akan maju DPR RI 2019 dari partai satu koalisi pemerintah, tapi partainya bukan Hanura. Saya tidak menyebutkan,” ujar Yusuf.

Sebarkan Pemikiran Islam Sukarno

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yusuf Supendi yang kini menjadi caleg PDIP, mendapat mandat dari partai untuk menggelorakan kembali pemikiran Sukarno tentang Islam.

PDIP telah resmi menggaet Yusuf menjadi caleg di Pemilu 2019. Dia akan berkontestasi di daerah pemilihan (dapil) Bogor, Jawa Barat.

Kata Hasto, pemikiran Sukarno tentang Islam penting untuk sebarkan lantaran selama era Orde Baru, pemikiran-pemikiran itu dikucilkan oleh rezim yang berkuasa.

Dia melanjutkan selain memiliki pemikiran-pemikiran tentang Islam, Sukarno juga aktif berjuang membantu negara-negara Islam meraih kemerdekan, misalnya Aljazair.

Sukarno pun berjasa besar karena menjadi pelopor Konferensi Asia Afrika. Hasto mengatakan jasa-jasa Sukarno tersebut seolah hilang di era Orde Baru.

“Selama 32 tahun Orde Baru kami melihat banyak sejarah yang digelapkan. Dan di situlah Pak Yusuf Supendi punya tugas nanti untuk bersama-sama menggelorakan kembali seluruh pemikiran Bung Karno tentang Islam,” kata Hasto di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (17/7).

Hasto pun bercerita perihal keputusan Yusuf menjadi caleg PDIP. Dia berkata hal itu tak lepas dari kedekatannya dengan partai berlambang banteng,

Menurut Hasto, kedekatan itu sudah terpupuk medio 2004-2009 silam. Dia mengklaim saat itu sering berdiskusi Yusuf sebagai sesama anggota DPR RI.

“Sehingga dialog itu menunjukkan bahwa Pak Yusuf akhirnya menyatakan bergabung ke PDIP,” kata Hasto.

Yusuf adalah salah satu pendiri Partai Keadilan yang merupakan cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera. Baik PK maupun PKS mengklaim sebagai partai dakwah. Basis massanya adalah umat Islam. Sementara PDIP adalah partai berhaluan nasional.

Dengan perbedaan warna politik tersebut, menyeberangnya Yusuf ke PDIP ini tentu saja mendapat sorotan luas. Namun Hasto menegaskan bahwa PDIP adalah rumah bagi semua.

Dia berkata meski ada riwayat perbedaan pandangan politik, bukan berarti seseorang langsung ditolak untuk bergabung dengan PDIP.

“Sehingga mereka yang terpanggil untuk bersama dengan PDIP, akan membuka pintu ketika ada yang mengetuk,” ujar Hasto. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait