Pengamat: Penjara Khusus Teroris Sudah Ada di Sentul, tapi Belum Difungsikan

Metrobatam, Jakarta – Pengamat terorisme dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak sepakat bila pemerintah membuat penjara khusus bagi narapidana kasus terorisme (napiter). Hal itu dikatakan Zaki terkait adanya insiden kerusuhan, penyanderaan, hingga pembunuhan di rutan cabang Salemba, Mako Brimob pada Selasa 8 Mei 2018.

Dalam insiden itu, 5 orang polisi tewas dan 1 orang napiter bernasib serupa. Selain itu, ada pula drama penyanderaan seorang anggota polisi oleh para napiter. Aparat Bhayangkara itu akhirnya dilepaskan.

“Jadi saya setuju pemerintag segera membuat penjara khusus teroris, tentu tidak seperti Guantanamo,” kata Zaki kepada Okezone, Jumat (11/5).

Menurut Zaki, rencana pembuatan penjara khusus napiter sebenarnya sudah lama diwacanakan. Namun, eksekusinya selalu tidak maksimal. Ia pun mengatakan, penjara untuk napiter sebetulnya sudah ada di kawasan Sentul, Bogor, tepatnya di kantor Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Bacaan Lainnya

“Sudah dibuat di Sentul, di kantor BNPT, tapi jumlahnya sangat terbatas dan tampaknya belum banyak difungsikan,” ungkap dia.

Rutan Mako Brimob, menurut Zaki, memang sejak awal tidak didesain sebagai tahanan napiter. Sehingga, banyak tidak memenuhi standar dengan maximum security. Apalagi, seperti dikatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, rutan tersebut over capacity.

“Semoga setelah kasus ini benar-benar dapat terealisasi (penjara khusus teroris). Sehingga kekhawatira lapas-lapas teroris justru menjadi ‘universitas teroris’ yang menyebabkan mereka makin radikal dan canggih, bisa dihindarkan,” pungkas Zaki.

Zaki menduga terjadinya kericuhan dan pembunuhan 5 polisi di rumah tahanan cabang Salemba Mako Brimob, disebabkan oleh faktor ideologis.

“Saya kira motif dan pemicunya lebih bersifat ideologis. Mereka sepertinya merasa terhina di tahan di markas polisi yang selama ini mereka cap sebagai thaghut. Jadi ada soal tekanan psikologis,” kata Zaki.

Sementara itu, Polri sendiri beralasan faktor terjadinya kericuhan disebabkan karena makanan. Salah seorang tahanan merasa tidak terima karena makanan yang dikirimkan keluarganya ke pihak rutan, dititipkan lagi ke petugas lainnya.

Zaki menilai, faktor makanan tidak menjadi penyebab utama kerusuhan, meskipun itu dapat dikategorikan sebagai salah satu musabab terjadinya konflik. Sebab, di beberapa lapas juga pernah terjadi kericuhan yang disebabkan persoalan makanan.

“Misalnya napi minta lauknya jangann ayam atau daging sapi, karena khawatir tidak disembelih pakai bismillah. Haram. Mereka minta lauk ikan saja,” jelas dia.

Rutan cabang Salemba yang berlokasi di area Mako Brimob memang kelebihan kapasitas, sebagaimana dinyatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Menurut Zaki, semua jihadis dari berbagai tingkatan berkumpul di situ.

“Dari mulai yang ideolog JAD, yaitu Aman Abdurrahman, amir-amir jamaah anshirut daulah/ JAD, anggota-anggota, hingga yang hanya level simpatisan. Jadi (rutan itu) seperti mewadahi mereka untuk berinteraksi dan konsolidasi. Belum infrastruktur lapas yang sangat tidak memadai karena memang awalnya tidak dimaksudkan sebagai penjara teroris,” jelas Zaki.

Sekadar informasi, Mabes Polri tidak menampik kalau salah satu tuntutan napiter yang membuat kerusuhan di rutan Mako Brimob, yakni ingin bertemu dengan Aman Abdurrahman. Polisi pun sudah memenuhi permintaan mereka.

“Mereka sudah bertemu kemarin,” Kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto saat jumpa pers di Kelapa Dua, Depok, Rabu 9 Mei 2018.

Sebelumnya diberitakan, kericuhan, penyanderaan, hingga pembunuhan terjadi di rutan cabang Salemba, Mako Brimob pada Selasa 8 Mei 2018. Dalam insiden itu, 5 orang polisi tewas dan 1 orang napiter bernasib serupa.

Selain itu, ada pula drama penyanderaan seorang anggota polisi oleh para napiter. Namun, Bripka Iwan Sarjana akhirnya dilepaskan.

Menurut keterangan polisi, 156 napiter melakukan serangan kepada seluruh aparat yang berjaga di dalam rutan. Tidak hanya itu, mereka juga disebut mengambil senjata yang ada di rutan dan sempat merakit bom.

Setelah berjibaku selama 36 jam, aparat akhirnya berhasil menguasai wilayah rutan yang sebelumnya dikuasi oleh para napiter bersenjata. 156 napiter itu disebut menyerahkan diri dan kini telah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. (mb/okezone)

Pos terkait