Pengusaha Ikhlas Data Keuangannya Diintip Ditjen Pajak

Metrobatam, Jakarta – Para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan rela apabila data keuangannya di berbagai lembaga jasa keuangan diintip oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) untuk kepentingan pemeriksaan perpajakan.

“Dunia sudah berubah, bahwa keterbukaan adalah sebuah keniscayaan, kami ikut tren ini. Kami memahami dan mendukung usaha yang dilakukan pemerintah,” ucap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Raden Pardede, Senin (5/6).

Tak hanya rela diintip datanya, Raden memastikan bahwa Kadin Indonesia sepenuhnya memberikan dukungan kepada pemerintah untuk mengejar penyelesaian syarat yang dibutuhkan Indonesia dalam mewujudkan komitmen pelaksanaan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) di tahun depan.

Bahkan, Kadin berharap keikutsertaan Indonesia dalam sistem AEoI ini dapat menjadi jalan keluar yang jitu bagi pemerintah menegakkan kepatuhan pajak dan mengejar target penerimaan negara yang selanjutnya digunakan untuk pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat Indonesia.

Bacaan Lainnya

Kendati begitu, Raden mengingatkan, pemerintah agar segera memberikan sosialisasi pelaksanan sistem AEoI dan merampungkan seluruh standar prosedur dan penjaminan kerahasiaan data keuangan nasabah perbankan yang mungkin tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

“Supaya kepercayaan terhadap ekonomi tetap terjaga dan terutama data dari perbankan yang dibuka tetap dijaga. Jadi, ada batasan itu, sudah diantisipasi kalau terjadi seperti ini apa saja sanksinya,” tegas Raden.

Selain itu, Raden juga melihat pemerintah harus berkomitmen untuk menjaga koordinasi yang solid ketika sistem ini dilakukan, mulai dari DJP, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri jasa keuangan, hingga para pelaku ekonomi lainnya.

Senada dengan Raden, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, Apindo tentu memberikan dukungan kepada pemerintah terkait sistem AEoI ini. Hanya saja, pemerintah perlu memberikan sosialisasi menyeluruh agar nasabah sekaligus wajib pajak yang dibuka datanya tak merasa seolah-olah sebagai incaran DJP.

“Sehingga, pembukaan ini tidak memojokkan wajib pajak. Jadi, dengan sosialisasi ini, tidak akan seperti pembukaan transaksi kartu kredit dulu. Lalu, jangan kaitannya pembukaan (data), namun sosialisasinya adalah pemeriksaan,” jelas Hariyadi pada kesempatan yang sama.

Terkait pemeriksaan, menurut Hariyadi, pelaksanaan sistem AEoI tak boleh dijadikan alasan bagi petugas pajak untuk memungut pajak-pajak fiktif kepada wajib pajak. Diharapkan pelaksanaan sistem AEoI dapat menambah hasil pemeriksaan DJP yang juga sudah dilakukan sejak program pengampunan pajak atau tax amnesty berakhir pada 31 Maret 2017 lalu, termasuk untuk menguak harta-harta yang tersimpan di berbagai negara suaka pajak (tax haven).

Di sisi lain, Hariyadi berharap, agar pelaksanaan sistem AEoI ini tidak memberatkan industri perbankan dalam menunaikan kewajibannya untuk melaporkan data keuangan nasabah. “Jangan sampai meminta data yang akhirnya merepotkan lembaga jasa keuangan dan wajib pajak sendiri. Tentang kerahasiaan, jangan sampai kalau terbuka justru dimanfaatkan pihak yang tidak berkepentingan,” tekannya.

Adapun pelaksanaan sistem AEoI di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.

Dalam pelaksanaannya, DJP akan diberi kuasa untuk mengintip rekening nasabah perbankan dengan nilai saldo minimum Rp200 juta untuk orang pribadi. Sedangkan, untuk rekening yang dimiliki oleh entitas, tanpa batasan saldo minimal.

Lalu, untuk lembaga jasa keuangan sektor perasuransian, data yang dilihat mulai dari nilai pertanggungan paling sedikit Rp200 juta. Kemudian, untuk sektor perkoperasian dengan agregat saldo paling sedikit Rp200 juta dan untuk sektor psar modal serta perdagangan berjangka komoditi tanpa batasan saldo minimal, dapat langsung diakses oleh DJP Kemenkeu. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait