Picu Perpecahan Dokter, Kasus Terawan Diserahkan ke Menkes

Metrobatam, Jakarta – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyerahkan kasus Dokter Terawan ke Kementerian Kesehatan karena memicu kebingungan masyarakat dan potensial memicu perpecahan di kalangan dokter.

“Hal ini lebih menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat serta berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan dokter,” ujar Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis, di Jakarta, Senin (9/4).

Sebelumnya, Dokter Terawan diputuskan untuk dipecat berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang menilai praktek Digital Substraction Aniogram (DSA) atau yang tenar dengan sebutan Brain Wash atau cuci otak yang dilakukan Terawan melanggar kode etik.

“(Metode itu) telah menimbulkan perdebatan secara terbuka dan tidak pada tempatnya di kalangan dokter,” lanjut Ilham.

Bacaan Lainnya

Lantaran itu, rapat Majelis Pimpinan Pusat (MPP) IDI, pada Minggu (8/4), memutuskan untuk menyerahkan kasus tersebut kepada Kementerian Kesehatan. Lembaga terakhir ini kemudian akan membentuk tim untuk mendalaminya.

“Dalam rangka menjamin mutu dan biaya, penilaian teknologi kesehatan dilakukan oleh Tim Health Technology Assessment (HTA) yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan,” kata Ilham.

Keputusan MPP IDI itu didasarkan oleh Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 23 Tahun 2017 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Sebelumnya, beragam tokoh yang pernah ditangani Dokter Terawan memberikan pembelaan kepadanya atas keputusan MKEK tersebut. Diantaranya, SBY, Prabowo Subianto, Mahfud MD.

IDI Ungkap Pelanggaran Berat dr Terawan

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) menjatuhkan sanksi kepada Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad berupa pemecatan sementara. MKEK hanya menyebut ada pelanggaran etik serius, tanpa menyebut lebih jelas pelanggaran yang dimaksud.

Akhirnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengungkapkannya. Disebut oleh Ketua Umum PB IDI Prof Ilham Oetama Marsis,SpOG, ada dua pasal yang dikatakan MKEK dilanggar oleh dr Terawan, yaitu pasal 4 dan 6 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).

Pasal 4

Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri .

Pasal 6

Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

“Kalau bidang etik yang kita harus nilai apakah yang dilakukan tidak bersifat untuk mengiklankan dirinya sendiri, itu terkait dengan pasal 6. Yang kemudian tidak boleh membanggakan apa yang dilakukan lalu tidak sesuai dengan etika, itu melanggar pasal 4,” jelas Prof Marsis usai konferensi pers di Sekretariat PB IDI, Jl Sam Ratulangi, Jakarta Pusat, Senin (9/4).

“Tetapi yang menjadi masalah, apa betul dia melanggar?” lanjutnya.

Prof Marsis mengatakan bahwa masih akan menganalisis pelanggaran-pelanggaran yang disebut dilakukan oleh dr Terawan dan mengumpulkan bukti-bukti yang ada.

Juga menyerahkan pada Tim Health Technology Assessment (HTA) Kementerian Kesehatan untuk menganalisis metode penelitian yang sudah diterapkan dr Terawan pada pasiennya, atau yang biasa dikenal dengan terapi cuci otak.

“Yang terpenting masyarakat, kalau seandainya yang dilakukan dr Terawan itu sudah memenuhi standar-standar yang berlaku, tentunya beliau tidak salah. Nah itu yang kita kumpulkan bukti-bukti dan kita tunda (pemecatan),” jelasnya. (mb/detik)

Pos terkait