Polisi Buru Abu Bakar, Guru Dita Pengebom Gereja Surabaya

Metrobatam, Surabaya – Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Mahfud Arifin mengonfirmasi kabar kepolisian mengejar seseorang bernama Abu Bakar. Dia adalah guru dari Dita Oepriarto, terduga pelaku bom tiga gereja Surabaya.

“(Ustaz Abu Bakar) gurunya Dita itu, tapi masih dalam pengejaran di lapangan. Ada dua dalam pengejaran teman-teman di lapangan,” kata Machfud di Mapolda Jawa Timur, Selasa (15/5).

Machfud enggan merinci lebih lanjut identitas, peran maupun keberadaan Abu Bakar karena masih dalam proses penyelidikan. Namun, dia mengatakan, Dita dan terduga pelaku bom di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo, Anton Ferdiantono saling berkaitan. Dia berharap kepolisian bisa segera menangkap Abu Bakar.

“Mudah-mudahan nanti kita tangkap,” katanya.

Bacaan Lainnya

Senin, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan ada keterkaitan antara jaringan teror di Suriah dengan keluarga yang melakukan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya.

Keterkaitan itu, kata Tito, terletak pada hubungan antara keluarga pelaku bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya dengan keluarga yang pernah dideportasi oleh pemerintah Turki beberapa waktu lalu.

Keluarga yang dideportasi Turki itu, menurut Tito, berperan sebagai ideolog dalam jaringan teror yang dibangun keluarga pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya.

“Satu keluarga ini adalah salah satu ideolognya kelompok ini, itu yang baru pulang satu keluarganya, ditangkap oleh Turki dan dideportasi ke Indonesia. Nah, pimpinan dari keluarga ini, yang ditangkap Turki ini karena mau ke Suriah itulah yang menjadi ideolog utama kelompok ini,” kata Tito.

Tito tak menyebut nama keluarga yang dideportasi Turki ke Indonesia itu. Alasannya, polisi masih mencari keberadaan keluarga tersebut. “Sedang kami cari,” ujarnya kemarin.

WNI dari Suriah Dipantau

WNI yang kembali dari Suriah ke Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan, dipantau pemerintah. Ini dilakukan untuk mencegah aksi teroris yang memakan korban jiwa seperti di wilayah Jawa Timur.

“Adalah dari eks Suriah kita waspadai kemudian ada beberapa informasi kita cermati dan dalami,” kata Pangdam Hasanuddin Mayjen TNI Agus Surya Bakti di Makassar, Sulsel, Selasa (15/5).

Agus menjelaskan, WNI yang dipantau adalah WNI yang kembali dari Suriah yang diduga terlibat foreign terorism fighter. Selain itu pihaknya juga akan melakukan pengawasan, termasuk wilayah perbatasan Poso, Sulawesi Tengah.

Agus mengharapkan agar masyarakat segera melapor jika ada hal yang mencurigakan di sekitar lingkungan. Meski demikian, dirinya meminta masyarakat tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa.

Plt Gubernur Sulsel Soni Sumarsono juga menyampaikan hal senada. Dia mengatakan, tidak hanya mantan pejuang eks Suriah yang diwaspadai, tetapi juga narapidana teroris yang ada di lapas-lapas Makassar.

“Dilakukan monitoring terhadap eks Suriah dan napiter. Itu intinya,” ujarnya. Soni tidak menyebutkan berapa jumlah eks Suriah yang telah berada di Sulsel.

Menurut Soni, rentetan aksi teror seperti di Jawa Timur bisa terjadi di mana saja, termasuk di wilayah Sulsel. Karena itu, pihaknya perlu meingkatkan kewaspadaan.

“Kita sepakat mendefinisikan kejadian di Surabaya adalah kejahatan kemanusiaan bukan agama. Tokoh-tokoh agama sepakat, tidak ada hubungan konflik agama,” tegasnya.

“Masyarakat Sulsel tidak perlu khawatir. Silakan lakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa,” tambahnya.

Pelaku Bom Surabaya Sel Pasif

Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Machfud Arifin mengatakan keluarga terduga pelaku teror bom di Sidoarjo dan Surabaya merupakan sel pasif teroris yang bangkit.

“Sel tidur, bangkit karena stimulus banyak hal. Ada perintah dari Suriah,” kata Machfud di Mapolda Jawa Timur, Selasa (15/5).

Machfud mengatakan kegiatan para terduga pelaku, salah satunya Dita Oepriarto dilakukan di rumah sehingga kepolisian disebut sulit mendeteksinya.

Ada pun motif pelaku terduga bom menggunakan anggota keluarga kata dia, karena diduga ingin masuk surga bersama-sama. Dia mengatakan itu merupakan bagian dari doktrin yang diajarkan.

Bahkan dari doktrinasi itu, kata dia, anak-anak para pelaku terduga bom di Surabaya dan Sidoarjo tidak disekolahkan namun berdalih home schooling. Anak-anak itu juga disebut diajarkan membuat bom.

“Ada belajar itu anaknya ditontonin film, perjuangan, jihad, masuk surga. Terus dicekokin dan tidak sekolah umum kok,” katanya.

Sebelumnya, serangan bom bunuh diri di Surabaya pada Minggu (13/5) kemarin dan Senin (14/5) hari ini menguak pola baru. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan para pelaku itu melibatkan anak-anak mereka dalam aksinya.

“Pelibatan anak-anak baru pertama di Indonesia. Memprihatinkan,” kata Tito dalam jumpa pers di Polda Jawa Timur, Surabaya, hari ini.

Namun demikian, Tito menyatakan pola serangan bom menggunakan anak-anak dan perempuan kerap dilakukan oleh kelompok Negara Islam Irak dan Syam (ISIS). Menurut dia serangan bom di Surabaya memperlihatkan ada keterkaitan pelaku dengan ISIS. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait