Polri Kirim Data Ormas Anti-Pancasila, Ada 336 Tersangka Terorisme

Metrobata, Jakarta – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menyatakan Polri telah mengantongi data organisasi kemasyarakatan (Ormas) anti-Pancasila ke Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Penyerahan ini terkait telah terbitnya Perppu tentang Organisasi Kemasyarakatan.

“Data-datanya sudah kami sampaikan ke Pak Menko (Polhukam),” ujar Tito kepada awak media di bilangan Pancoran, Jakarta, Minggu (16/7).

Pendataan dilakukan berdasarkan hasil koordinasi lintas institusi, yakni Badan Intelijen Negara (BIN), TNI, dan Kejaksaan Agung. Tito menyatakan, Polri mendukung penuh pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas tersebut.

Menurutnya penegakan nilai-nilai Pancasila dan NKRI seperti yang dituangkan Perppu tersebut tak bisa ditawar. “Saya pikir pembubaran ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila itu perlu,” imbuh Tito.

Bacaan Lainnya

Tito berjanji, polisi akan mengambil tindakan hukum sesuai peraturan baru tersebut pada ormas yang dinilai melanggar. Ia tak memusingkan penolakan sejumlah kelompok pada perppu itu. Jenderal bintang empat itu menyebut prokontra merupakan hal biasa.

Pemerintah resmi menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2017, 10 Juli 2017. Menko Polhukam Wiranto menyebut Perppu diterbitkan karena Undang-undang No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas tak bisa membendung Ormas yang memiliki ideologi yang bertentangan Pancasila.

Pengertian tentang ajaran dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila dirumuskan secara sempit dalam UU sebelumnya karena hanya terbatas pada ajaran Atheisme, Marxisme dan Leninisme.

Padahal sejarah Indonesia membuktikan bahwa ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan dan bertentangan dengan Pancasila. Lewat Perppu ini, pemerintah bakal leluasa membubarkan Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Ada 336 Tersangka Terorisme

Tito juga menyebut ada 31 kasus terorisme sejak 2015 hingga Juni 2017, yang salah satunya adalah bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu. Dalam dua tahun ini sudah ada 336 tersangka kasus terorisme.

“Bom bunuh diri Kampung Melayu ada 15 orang ditangkap di Bima ada 3 orang. Jadi kalau kita lihat 336 tersangka sebagian besar dalam proses pencegahan dibandingkan penangkapan, tapi yang terekspos kalau yang sudah meledak,” ujar Tito saat raker dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/7).

Tito juga memaparkan semakin maraknya fenomena lone wolf terrorism dalam 2 tahun terakhir. Fenomena ini, dinilai Tito, berbeda dengan kasus bom Bali di awal tahun 2000.

“Selama 2 tahun terakhir terjadi lone wolf, mereka teradikalisasi melalui internet, ada online training cara menyerang, membuat bom dan lain-lain. Ini agak berbeda dengan fenomena bom Bali, ini sporadis,” tutur Tito.

Eks Kapolda Metro Jaya ini menambahkan, saat ini polisi kerap melakukan cyber patrol untuk mengawasi hal-hal yang mengancam keamanan negara.

“Melakukan langkah langkah untuk menekan sistem komunikasi mereka dan melakukan counter di dunia maya. Ini namnya perang di dunia maya, mereka melakukan cyber jihad, kita harus melakukan cyber counter terrorism,” tutupnya.(mb/detik)

HTI Kerahkan Massa

Hizbut Tahrir Indonesia berencana menggelar aksi secara besar-besaran di Patung Kuda, Jakarta besok siang, Selasa (18/7).

Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan HTI terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang baru saja diterbitkan pemerintah. “Di Patung Kuda, besok hari Selasa Pukul 13.00,” ujar pengurus DPP HTI, Irwan Syaifulloh di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (17/7).

Ketua DPP HTI, Rokhmat Labib mengatakan sudah banyak elemen masyarakat dari berbagai daerah yang ingin melancarkan aksi untuk menolak Perppu Ormas.

“Kami lihat di media sosial sudah banyak yang ingin aksi di berbagai daerah,” kata Rahmat.

Rahmat menyerukan masyarakat bangkit untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah. Menurutnya, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah menasbihkan diri menjadi rezim yang represif, sehingga perlu ditentang oleh masyarakat.

“Saya kira mestinya bukan hanya HTI yang bangkit, tetapi seluruh rakyat yang terancam oleh rezim yang jelas-jelas diktator dan represif,” kata Rahmat.

Selain untuk menolak Perppu Ormas, kata Irwan, aksi yang akan dilancarkan besok juga untuk memberitahu kepada masyarakat bahwa Perppu Ormas mengandung hal-hal yang dapat memasung hak asasi.

Menurutnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami ancaman dari Perppu Ormas, Terutama bagi mereka yang merupakan anggota atau pengurus suatu ormas yang terancam hukuman pidana.

“Kalau mereka tahu ancaman penjara lima sampai 20 tahun hanya karena mereka ikut sebuah ormas tanpa ada kesalahan yang dilakukan, saya kira rakyat akan bangkit melakukan perlawanan,” kata Rahmat.

Pemerintah menerbitkan Perppu No. 2 tahun 2017 untuk menggantikan Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Ormas pada Rabu lalu (12/7).

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto mengatakan Perppu dikeluarkan karena undang-undang yang lama cenderung menyulitkan pemerintah dalam menindaktegas ormas yang bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait