Polri Ungkap Perdagangan Ribuan Orang Bermodus TKI di Arab

Metrobatam, Jakarta – Bareskrim Polri menangkap delapan orang tersangka terkait kasus perdagangan orang dengan modus perekrutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk dipekerjakan di kawasan Timur Tengah. Ribuan orang disebut menjadi korban komplotan ini.

“Korbannya lebih dari seribu orang, ada empat negara tujuan dan kasus ini akan dikembangkan terus,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Gedung Bareskrim, Selasa (9/4).

Delapan tersangka tersebut terbagi menjadi empat jaringan negara. Untuk tersangka jaringan Turki adalah Erna Rachmawati binti Almarhum Supeno alias Yolanda serta Saleha binti Almarhum Sahidun alias Soleha. Lalu untuk tersangka jaringan Suriah adalah Muhammad Abdul Halim Herlangga alias Erlangga alia Halim.

Tersangka jaringan Arab Saudi adalah Neneng Susilawati binti Tapelson, Abdalla Ibrahim Abdalla alias Abdullah (WNA), dan Faisal Hussein Saeed alias Faizal (WNA). Terakhir tersangka untuk jaringan Maroko adalah Mutiara binti Muhammad Abas serta Farhan bin Abuyarman.

Bacaan Lainnya

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Herry Rudolf Nahak menyampaikan pengungkapan kasus ini dilakukan sepanjang Maret 2019 setelah menerima laporan dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Kemlu sendiri mendaparkan laporan tersebut setelah menerima pengaduan dari para korban.

Herry menuturkan pengungkapkan kasus tersebut bermula dari penangkapan dua tersangka yang termasuk dalam jaringan Maroko. Kedua tersangka itu diketahui telah berhasil memberangkatkan 500 TKI secara ilegal.

Modus operandi yang digunakan oleh tersangka yakni dengan merekrut TKI ilegal dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Setelahnya, korban dibawa ke Lombok untuk diterbangkan ke Jakarta.

Dari Jakarta, sambung Herry, korban ditampung lebih dulu di Batam baru kemudian diberangkatkan ke Malaysia lalu ke Maroko.

“Di sana berhubungan dengan agen yang memesan (TKI) dari Maroko, tersangka saat merekrut, datang dan menawarkan korban bekerja di Maroko sebagai asisten rumah tangga dengan gaji Rp3 juta sampai Rp4 juta,” tutur Herry.

Kemudian untuk tersangka jaringan Turki, diketahui telah berhasil memberangkatkan 220 TKI ilegal. Korbannya, sebagian besar berasal dari Bima, NTB. Oleh tersangka, korban dijanjikan gaji sebesar Rp7 juta per bulan.

“Tapi jika satu minggu tidak bekerja karena sakit, tidak digaji dan korbannya ada yang mendapat pelecehan seksual,” ucap Herry.

Massa berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, 7 April 2015, menuntut pencabutan moratorium larangan pengiriman TKI ke negara-negara Timur Tengah.Massa berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, 7 April 2015, menuntut pencabutan moratorium larangan pengiriman TKI ke negara-negara Timur Tengah. (Adhi Wicaksono)

Untuk jaringan Suriah, kata dia, tersangka telah berhasil memberangkatkan 300 TKI ilegal. Rute perjalanan yang digunakan oleh tersangka yakni lewat Jakarta, Surabaya, Malaysia. Herry menyebut jalur Malaysia sering digunakan oleh tersangka karena sampai saat ini masih moratorium.

“Sampai saat ini masih moratorium, belum ada izin Pemerintah Indonesia untuk mengirimkan TKI ke Timur Tengah, kalau ada, pasti ilegal, rute perjalanan lalu ke Dubai, Turki, Suriah dan Sudan,” ujarnya.

Kemudian jaringan terakhir adalah jaringan Arab Saudi, di mana dua tersangkanya merupakan WNA. Menurut Herry, tersangka Faisal sebenarnya merupakan seorang pengungsi.

Faisal tinggal di Indonesia sebagai pengungsi yang dilindungi UNHCR sehingga dia bebas dan tidak dideportasi. Namun, Faisal justru memanfaatkan statusnya tersebut untuk menjadi agen TKI ilegal.

Herry menyebut korban dari jaringan Arab Saudi ini sebagian besar berasal dari Jawa Barat dan NTB. Berbeda dengan jaringan lainnya, diungkapkan Herry, untuk jaringan ini para korban ditampung lebih dulu di sebuah apartemen.

“Dia merekrut beberapa orang asing juga sebagai karyawannya, (TKI ilegal) yang sudah diberangkatkan 200 orang,” katanya.

Lebih lanjut, atas perbuatannya kedelapan tersangka tersebut dijerat dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara serta Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait