PR Anwar Usman di Tahun Politik: Transparan dan MK Bebas Korupsi

Metrobatam, Jakarta – Anwar Usman terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) masa jabatan 2018-2020 yang merupakan tahun politik. Anwar pun memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk memperbaiki MK.

Anwar dipilih melalui voting dan terpilih sebagai Ketua MK, menggantikan Arief Hidayat. Sementara Aswanto terpilih menjadi Wakil Ketua MK.

Duo ini memiliki tantangan tersendiri karena terpilih di tahun politik. Keduanya diharapkan bisa lebih transparan dan membuat MK terbebas dari korupsi. Seperti diketahui, MK pernah beberapa kali terjerat kasus korupsi, mulai dari eks Ketua MK Akil Mochtar hingga Patrialis Akbar yang ditangkap KPK karena kasus suap terkait putusan judical review.

“Tanpa adanya harapan bahwa hakim konstitusi berniat untuk memperbaiki diri dan institusinya, tentu marwah Mahkamah akan kian terpuruk. Harapan publik hanya akan tercipta apabila pimpinan MK yang baru mau berbenah dan tidak meninggalkan jejak kerusakan masa lalu,” demikian pernyataan tertulis dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Senin (2/4).

Bacaan Lainnya

Anwar merupakan Hakim Konstitusi dari unsur Mahkamah Agung (MA). Anwar akan jadi Ketua MK sejak tahun ini hingga 2020. Anwar mengalahkan hakim konstitusi Suhartoyo dengan perolehan suara 5 lawan 4. Voting dilakukan pada Senin (2/4/2018) di ruang panel 2, Gedung MK.

Ada pun tantangan Anwar dan Aswanto yang diharapkan dapat memperbaiki citra MK berdasarkan kajian PUSaKO adalah sebagai berikut:

Era Transparansi

Ketua dan Wakil Ketua MK yang baru diharapkan mampu membangun peradilan yang transparan. Misalnya, agar dapat diketahui kinerja para hakim maka perlu dicantumkan dalam putusan MK siapa yang menjadi hakim drafter.

Hal ini menjadi alat ukur penting untuk melihat kinerja hakim konstitusi di masa depan. Apalagi diketahui, bahwa jamaknya dalam peradilan-peradilan judicial review posisi hakim drafter diketahui.

Transparansi lain yang perlu diciptakan di MK adalah estimasi jadwal persidangan. Para pencari keadilan mestinya mendapatkan gambaran sampai kapan paling maksimal perkaranya disidangkan. Usulan ini berkaitan dengan proses pengujian UU, sengketa kewenangan antar lembaga negara di MK (mungkin juga bisa diterapkan para perkara pembubaran partai dan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden melanggar konstitusi-perkara ini belum pernah di sidangkan). Padahal dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum dan pilkada, MK dapat menerapkan batas waktu maksimal penyelesaian perkara.

Antikorupsi

Setelah tertangkapnya Patrialis Akbar (sebelumnya Akil Mokhtar), MK berencana membenahi peradilan tersebut dengan mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memberikan masukan kepada MK agar terciptanya perbaikan. Namun MK sendiri perlu melakukan upaya maksimal yang dapat diperlihatkan kepada publik bahwa MK telah melakukan sesuatu untuk pembenahan lembaga.

Misalnya, membangun disiplin hakim untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Pimpinan MK yang baru tentu perlu memberikan contoh agar permasalahan LHKPN ini tidak menimbulkan citra negatif terhadap para pengadil konstitusi.

Selain itu, wujud antikorupsi tersebut harus pula dilakukan dengan membatasi potensi terciptanya transaksi perkara. Dalam beberapa kasus, seperti hilangnya berkas perkara, terjadi transaksi yang melibatkan pegawai MK, dan masuknya pihak-pihak di luar MK untuk mempengaruhi hakim, memperlihatkan bahwa sistem perlindungan diri MK sangat lemah. Sementara itu tidak terlihat upaya membangun sistem yang maksimal agar pertahanan antikorupsi kian baik di MK.

Walaupun harus diakui dibandingkan peradilan lain, MK jauh lebih baik, namun karena dampak putusan MK sangat besar maka kelemahan sekecil apapun dapat menyebabkan malapetaka konstitusional yang luar biasa.

Menjaga Marwah

Kelemahan MK saat ini adalah hilangnya marwah. Hal itu disebabkan tindakan-tindakan hakim konstitusi yang kerap luput menjaga marwah. Pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan pelanggaran etik dapat dengan mudah terjadi, bahkan dalam perkara tertentu menjadi tindak pidana korupsi.

MK perlu membangun konsep baru dalam melindungi marwahnya. Meskipun telah memiliki standar etik, ada baiknya MK memperjelaskan mana yang patut dan tidak patut, boleh dan tidak boleh, seharusnya dan tidak seharusnya, dan lain-lain yang dapat menjaga marwah mahkamah.

Kelemahan Masa Lalu Jadi Cambuk Perbaikan

Siapapun yang terpilih menjadi Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah yang mulia ini perlu menciptakan asa baru. Pimpinan baru harus membuktikan bahwa perspektif negatif terhadap kinerja mereka di masa yang datang hanyalah asumsi tidak berdasar. Kelemahan-kelemahan masa lalu patut dijadikan cambuk perbaikan di masa depan agar MK tidak terpuruk.

Anwar sendiri sudah berbicara soal tantangannya sebagai Ketua MK di tahun politik. Menghadapi tahun politik yang jatuh pada 2018 dan 2019 itu, Anwar mengaku berserah kepada Tuhan.

“Insyaallah, kita kembalikan semua kepada allah. Makanya tadi saya bilang innalillahi. Kalau kita serahkan kepada Allah, dan Tuhan tidak akan memberikan cobaan tidak akan memberikan pekerjaan yang di luar kemampuan hambanya. Insyaallah (bisa),” ujar Anwar. (mb/detik)

Pos terkait