Protes Effendi Simbolon, Melayu Riau Tempuh Jalur Hukum, Kepri Baca Puisi

efendi simbolon

Metrobatam.com, Batam – Lembaga Adat Melayu (LAM) Propinsi Riau menegaskan akan menempuh jalur hukum sebagai bentuk protes atas pernyataan Effendi Simbolon yang menyebut demokrasi ala Melayu tak berpendirian, transaksional dan pragmatis.

Hal ini menjadi kesepakatan bersama dalam Rapat Pimpinan LAMR yang digelar di Balai Adat Melayu Riau Jalan Diponegoro Pekanbaru pada Jumat (12/02/16). Rapat tersebut di pimpin oleh Ketua Majelis Kerapatan Adat LAMR OK Nizami Djamil dan Ketua LAM Riau Al-Azhar.

“Setelah mendengar masukan dari Pengurus, kita akan menempuh jalur hukum terhadap Pernyataan Effendi Simbolon yang sudah menghina Melayu dan ini tidak selayaknya di ucapkan oleh seorang Anggota DPR RI,” ungkap Al-Azhar.

Sementara itu, di Kepulauan Riau, elemen masyarakat Melayu hanya menggelar protes melalui pembacaan puisi yang digelar oleh sejumlah seniman dan budayawan di Kepulauan Riau, Sabtu malam (13/2) di Taman Tepi laut, Tanjung Pinang.

Acara ini dihadiri dan diramaikan oleh para sejumlah seniman, budayawan dan pencinta seni Melayu dari Tanjung Pinang dan Batam. Selain seniman, protes dalam melalui puisi juga dibacakan oleh pejuang pembentukan Propinsi Kepulauan Riau, Dato Huzrin Hood.

Seperti diberitakan, masyarakat Melayu di Kepulauan Riau merasa kesal dengan Efendi Simbolon karena pernyataan politikus PDI Perjuangan, Effendi Simbolon yang menyebut demokrasi ala Melayu menjadi berkonotasi negatif. Sebelumnya, Effendi secara blak-blakan menyebut bergabungnya tiga partai politik asal Koalisi Merah Putih (KMP) ke kabinet Presiden Joko Widodo merupakan bentuk politik ala Melayu yang tidak punya idealisme. Sebab, PAN, PPP dan Golkar sebelumnya memang menjadi pendukung Prabowo Subianto di pemilu presiden 2014 lalu.

Tentu saja pernyataan Effendi membuat tokoh-tokoh Melayu gerah. Sejumlah budayawan dari Kepulauan Riau menganggap pernyataan Effendi sebagai sebuah pelecehan tak mendasar. Analogi yang digunakan juga tidak mencerminkan realitas sebenarnya. (edja)