Rekor, Laporan Keuangan Era Jokowi Wajar Tanpa Pengecualian

Metrobatam, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016.

Menurut Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, opini tersebut merupakan pertama kalinya yang diperoleh Pemerintah Pusat dalam kurun waktu 12 tahun terakhir.

Sebelumnya pemerintah telah menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) (unaudited) Tahun 2016 kepada BPK pada tanggal 29 Maret 2017. Selanjutnya, BPK memeriksa LKPP dimaksud dalam waktu dua bulan sejak menerimanya dari Pemerintah.

Dan pada hari ini, BPK menyerahkan Laporan HasiI Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Bacaan Lainnya

“Dengan demikian, kami menyatakan pendapat WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016. Opini WTP atas LKPP Tahun 2016 ini merupakan yang pertama kali diperoleh Pemerintah Pusat, setelah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN berupa LKPP sejak Tahun 2004,” ujar Moermahadi dalam sambutan penyerahan LKPP kepada DPR RI, Jumat (19/5).

Dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun lalu, dalam LKPP Tahun 2015, BPK sempat memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), karena adanya enam ketidaksesuaian terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan.

Ketidak jelasan yang dimaksud BPK yaitu ketidak jelasan pada investasi Permanen berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT PLN Persero) senilai Rp 848,38 triliun, terkait penerapan interpretasi Standar Akutansi Keuangan Nomor 8 tentang Perjanjian Mengandung Sewa, dalam perjanjian jual beli tenaga listrik

Selanjutnya soal harga jual eceran solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar membebani konsumen dan menguntungkan badan usaha senilai Rp3,19 triliun. Masalah ketiga yakni Piutang Bukan Pajak senilai Rp4,8 triliu pada kementerian negara/lembaga tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

Masalah keempat yang menjadi sorotan BPK yakni persediaan barang yang akan diserahkan kepada masyarabat senilai Rp5,82 triliun namun tidak ditatausahakan secara memadai dan tidak dapat dijelaskan status penyerahannya;

BPK juga menyoroti Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 6,60 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya, karena tidak didukung dengan dokumen sumber yang memadai

Pengurangan Ekuitas senilai Rp96,53 triliun dan Transaksi Antar Entitas senilai Rp53,34 triliun, tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

“BPK memberikan rekomendasi atas ke-enam permasalahan pada LKPP tahun 2015. Atas rekomendasi BPK, Pemerintah telah menindaklanjutinya, sehingga permasalahan dimaksud sudah diselesaikan,” ujar Moermahadi.

DPR Puji Laporan Pemerintah

Ketua BPK terpilih Dr. Moermahadi Soerja Djanegara melakukan rapat konsultasi dengan Ketua DPR, Setya Novanto di kantor ketua DPR, Senayan. Selain perkenalan sebagai ketua dan anggota BPK yang baru, dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa hal, antara lain:

1. Laporan hasil pemeriksaan keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR hari Jumat.

2. Kerugian negara harus mengacu pada hasil audit BPK dan itu merupakan satu-satunya acuan tentang kerugian negara berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung No. 04/2017.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua BPK Moermahadi memperkenalkan wakil ketua BPK yang baru, Prof. Dr. Bahrullah Akbar dan anggota Agus Joko Pramono, Achsanul Qosasi, Ismayatun, dan Eddy Mulyadi Soepardi. Hadir pula Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, Ketua Banggar Azis Syamsuddin, dan Ketua Komisi XI Melkias Mekeng.

Kesimpulan Laporan BPK yang disampaikan pada Rapat Paripurna DPR Jumat (19/5) adalah untuk pertama kalinya setelah 12 tahun, sejak tahun 2004, BPK memberikan penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban Wajar Tanpa Pengecualian ( WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2016. Untuk itu, pimpinan DPR menyampaikan penghargaan dan selamat kepada Pemerintahan Jokowi-JK.

Meskipun demikian, pemerintah tetap perlu menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi BPK atas temuan sistem pengendalian intern dan kepatuhan agar tahun yang akan datang menjadi lebih baik.

Terdapat 74 kementerian/lembaga yang mendapat predikat WTP, 8 lembaga/kementerian mendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 6 lembaga/kementerian tidak menyatakan pendapat (disclaimer). Di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Olahraga.

Untuk itu, diharapkan kepada lembaga/kementerian yang belum mendapat predikat WTP untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan kualitas laporan keuangannya di tahun-tahun yang akan datang.

Dalam Rapat Paripurna tersebut juga mendengarkan Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran Tahun 2018 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Pimpinan DPR memberikan apresiasi atas optimisme pemerintah dalam menetapkan perkiraan awal pertumbuhan ekonomi antara 5,4-6,1 %. Optimisme tersebut akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan upaya mengatasi kesenjangan.

Kerja keras pemerintah juga tercermin dari keberhasilan menurunkan angka gini ratio dari 0,39 menjadi 0,38. Ini berarti pemerataan pembangunan semakin meluas bagi masyarakat.(mb/cnn indonesia)

Pos terkait