Ribuan Rohingya Mengungsi usai Bentrokan Renggut 104 Jiwa

Metrobatam, Jakarta – Pemerintah Myanmar menyatakan telah mengevakuasi setidaknya 4.000 penduduk desa non-Muslim di tengah bentrokan yang telah memakan 104 korban di barat laut Rakhine, sementara ribuan lainnya dari etnis Muslim Rohingya berupaya melarikan diri ke perbatasan dengan Bangladesh.

Win Myat Aye, Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar, mengatakan kepada Reuters bahwa 4.000 “penduduk desa etnis” yang melarikan diri dari tempat tinggalnya telah dievakuasi. Ia merujuk pada penduduk non-Muslim di daerah tersebut.

Catatan Reuters yang dikumpulkan dari sejumlah rilis resmi hingga Minggu (28/8), korban jiwa dalam bentrokan terbaru ini sebagian besar berasal dari kelompok militan, ditambah 12 orang anggota pasukan keamanan dan beberapa warga sipiil.

Pasukan militer Myanmar (Tatmadaw) melaporkan sejumlah bentrokan yang melibatkan ratusan pemberontak Rohingya di bagian utara Rakhirne pada Minggu.

Bacaan Lainnya

“Pasukan Tatmadaw yang bergerak ke Desa Nanthataung untuk menggelar operasi juga berhadapan dengan teroris Benggala pada 9.00 hari ini. Mereka masih bertempur di sana,” bunyi pernyataan militer Myanmar.

Istilah “Benggala” dinilai menghina oleh para warga Rohingya karena mengimplikasikan bahwa mereka dianggap imigran ilegal dari Bangladesh meski sudah beberapa generasi turun-temurun tinggal di Myanmar.

Pemerintah menyatakan sedang menyelidiki apakah anggota kelompok bantuan kemanusiaan internasional terlibat dalam dugaan serangan pemberontak di sebuah desa di Rakhine.

Wartawan lokal di Buthidaung mengatakan kepada bahwa ia sempat melihat sekitar 100 anggota badan bantuan internasional meninggalkan kota menggunakan speedboat setelah pernyataan itu.

Pemerintah juga menyebarkan foto biskuit energi dengan logo World Food Programme (WFP) yang disebut ditemukan di “kamp teroris.”

WFP menyatakan menangani “dugaan pengalihan makanan secara serius.” Organisasi tersebut juga menyatakan telah meminta detail soal biskuit tersebut dari otoritas terkait, tapi tidak mendapatkan jawaban.

Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan telah menarik staff non-esensial dari daerah tersebut. Bentrokan ini pecah menyusul serangan terkoordinasi oleh pemberontak Rohingya pada Jumat pekan lalu. “Tolong Selamatkan Kami”

Bersiap menghadapi lebih banyak kekerasan, ribuan warga Rohingya, kebanyakan perempuan dan anak-anak, mencoba untuk melewati sungai Naf yang memisahkan Myanmar dengan Bangladesh.

Wartawan Reuters di lokasi melaporkan terdengar suara tembakan dari arah Myanmar sehingga para Rohingya buru-buru memasuki daerah tak bertuan antara kedua negara.

“Tolong selamatkan kami,” kata Amir Hossain (61) kepada Reuters dekat desa Gumdhum.

“Kami ingin tinggal di sini, kalau tidak kami akan dibunuh.”

Sekitar 2.000 orang telah melintasi perbatasan dan mengungsi ke Bangladesh sejak Jumat, kata para pengungsi yang tinggal di kamp sementara di Bangladesh.

Kekerasan ini menjadi eskalasi terbaru dalam konflik yang sudah menghantui Rakhine sejak Oktober lalu, ketika serangan serupa dari Rohingya memicu operasi militer brutal yang disertai pelecehan hak asasi manusia serius.

Penanganan sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya di negara yang mayoritas penduduknya menganut Buddha itu menjadi salah satu tantangan terbesar bagi pemimpin de facto negara, Aung San Suu Kyi.

Suu Kyi telah mengecam serangan yang dilakukan para pemberontak menggunakan senjata api, tongkat dan bom rakitan terhadap 30 kantor polisi dan sebuah pangkalan militer. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait