Sebelum ke Tanah Suci, Jamaah Haji Perlu Ketahui ‘Ruh’ Talbiyah

Metrobatam, Jakarta – “Labbaikallahumma Labbaik Labbaika Laa Syarikalaka Labbaik” untaian kalimat talbiyah ini kerap berkumandang dari embarkasi menuju Tanah Suci. Kalimat yang memiliki makna mendalam ini kerap membuat para jamaah haji maupun keluarga menjadi haru biru dan berurai air mata.

Saat ini jamaah gelombang II-lah yang tengah diberangkatkan, dengan rute embarkasi–Jeddah, kemudian dilanjutkan menjalankan ibadah umrah di Kota Makkah. Setibanya di Kota Makkah, jamaah pun terus melantunkan kalimat talbiyah.

Talbiyah adalah lafaz khas bagi umat Islam yang bermaksud mengunjungi Baitullah dalam rangakaian ibadah haji atau umrah Talbiyah memiliki makna yang agung, karena memuat tauhid dan kebesaran Allah Subhanahu wa ta’ala, sekaligus penegasan larangan untuk tidak sekali-kali melakukan kemusyrikan.

“Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”

Bacaan Lainnya

Makna filosofi dari disunahkannya (bahkan ada yang menganggapnya wajib) melafazkan talbiyah, sesungguhnya berkaitan dengan sejarah kondisi Ka’bah sebelum Islam.

Seperti dikutip Okezone dari buku ‘Haji dan Umrah Mabrur Itu Mudah dan Indah’ karya Dr Muhammad Syafii Antonio, M.Ec, di masa jahiliah dan masa awal datangnya Islam, Rumah Allah Subhanahu wa ta’ala ini telah lama dijadikan sebagai tempat yang justru menjadi pusat kemusyrikan.

Ratusan patung dan gambar dewa memenuhi Kakbah ketika itu. Orang-orang dari berbagai negeri secara rutin menggelar ritual atau tradisi kemusyrikan di sana.

Ketika pembebasan Makkah oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan kaum muslimin, Kakbah dibersihkan dari semua atribut dan praktik paganisme (kemusyrikan). Sejak saat itu, terlarang bagi pengunjung Kakbah mengerjakan sesuatu yang mengindikasikan penyekutuan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Begitu pula dengan umat Islam dari penjuru dunia yang mengunjungi Baitullah, baik dalam melaksanakan ibadah umrah maupun haji. Mereka dilarang keras berbuat atau berperilaku yang menyalahi makna talbiyah yang mereka ucapkan.

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah)” (QS Quraisy [106]:3).

Berdasarkan uraian tersebut, maka filosofi dan keutamaan bertalbiyah dalam beribadah umrah atau haji setidaknya menyangkut empat hal:

1. Datang memenuhi undangan-Nya

Guna memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa ta’ala setiap orang berumrah atau berhaji hendaknya bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan diri, baik secara mental maupun secara spiritual. Sebagai orang yang memenuhi undangan-Nya, maka setiap orang yang beribadah umrah atau haji adalah tamu Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagai tamu tentunya kita harus memenuhi segala aturan telah ditetapkan, terutama ketika berada di Tanah Suci.

Bisa datang memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa ta’ala adalah suat kehormatan besar sekaligus kebahagiaan tersendiri yang mesti disyukuri. Rasa syukur ini tidak cukup melalui lisan, tapi yang terpenting justru melalui amalan nyata.

2. Bertauhid dan mengagungkan Allah Subhanahu wa ta’ala

Allah Subhanahu wa ta’ala itu Maha Esa. Keesaan-Nya harus tetap terjaga dan suci, tidak boleh ternodai oleh makhluk, termasuk Kakbah, Hajar Aswad, atau yang lainnya.

Islam mengajarkan tauhid, serta mengajarkan orang yang bertauhid supaya ikhlas memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal ini berarti setiap orang yang bertauhid harus tunduk kepada-Nya. Jamaah yang mengundangkan talbiyah melahirkan pernytaan tunduk mutlak kepada petunjuk-petunjuk Allah Subhanahu wa ta’ala.

3. Rendah hati

Mengumandangkan talbiyah dengan berpakaian ihram melahirkan sikap tawadhu’, merendahkan diri dan hati terhadap kemahabesaran Allah Subhanahu wa ta’ala, sekaligus meelahirkan kesatuan manusia di antara sesama jamaah sebagai makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala yang berkewajiban mengabdi kepada-Nya.

Kakbah sendiri sudah menunjukkan kesederhanaan. Bangunan simpel berbentuk kubus, tanpa ukiran, tanpa aksesori, tanpa emas, berlian. Ia hanya berhias kaligrafi sebagai pengingat Allah Subhanahu wa ta’ala.

4. Bebas kemusyrikan

Keberadaan Kakbah sebagai Rumah Allah Subhanahu wa ta’ala hendaknya menjadi sumber inspirasi bagi keberadaan rumah kehidupan kita yang bebas dari segala macam kemusyrikan. Kesucian Kakbah adalah simbol dari kesucian hati bagi orang-orang yang senantiasa mengagungkan Allah Subhanahu wa ta’ala. Termasuk satt mengumandangkan talbiyah. (mb/okezone)

Pos terkait