Sekolah Islam di Filipina Dihantam Mortir dari Marawi

Metrobatam, Jakarta – Satu sekolah Islam di Matanao, Filipina, dihantam mortir yang ditembakkan dari zona perang militer dan Maute di Marawi pada Minggu (6/8), saat para murid sedang menghadiri kelas akhir pekan.

Seorang karyawan di sekolah yang terletak di Desa Ragaya tersebut, Nasser Dimapinto, mengatakan bahwa mortir itu menghantam dinding bangunan dan meledak sekitar pukul 07.00, ketika sekitar 480 siswa sedang bersiap belajar.

Suara ledakan menggemparkan kelas dan para siswa pun langsung mencari perlindungan. Menurut Dimapinto, kebanyakan siswa menangis ketakutan.

“Beberapa tersungkur di tanah, sementara yang lain pingsan,” ujar Dimapinto kepada Inquirer, Senin (7/8).

Bacaan Lainnya

Mortir di sekolah itu ternyata hanya satu dari enam amunisi yang ditembakkan dari Marawi. Di Desa Matampay, mortir lainnya meledak, membuat para warga berhamburan menuju balai kota.

“Para perempuan menangis dan anak-anak ketakutan,” tutur seorang warga Desa Matampay, Jamirah Macabalang.

Sementara itu, tiga mortir lain dilaporkan mendarat di daerah Matanao. Namun, mortir lainnya itu tidak berhasil meledak.

Hingga saat ini, belum diketahui dalang di balik tembakan mortir ini. Namun, juru bicara Pasukan Satuan Tugas Marawi, Jo-Ann Petinglay, mengatakan insiden ini merupakan aksi balas dendam militan Maute, kelompok yang berafiliasi dengan ISIS di Marawi.

Tak lama setelah insiden ini, militer Filipina pun menggencarkan serangan udara di Marawi mulai pukul 08.00.

“Pertarungan kini terkonsentrasi di daerah seluas satu kilometer,” tutur Petinglay yang kemudian menjelaskan kepada Inquirer bahwa militer masih memburu sekitar 50 militan di Marawi.

Meski jumlah militan mulai menyusut, militer tetap harus berhati-hati karena Maute dilaporkan masih menyandera 80 warga, termasuk seorang pastor Katolik, Teresito “Chito” Suganob.

Menurut Petinglay, bentrokan ini sudah merenggut ratusan jiwa, termasuk 528 teroris, 122 personel militer, serta 45 warga sipil.

Bentrokan ini sendiri sudah berlangsung sejak 23 Mei lalu, ketika pasukan pemerintah mencoba menangkap Isnilon Hapilon, orang yang disebut-sebut sebagai pemimpin ISIS di Asia Tenggara.

Sejak saat itu, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mendeklarasikan darurat militer di seluruh wilayah Mindanao. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait