Seperti Ini Pesantren Tempat ‘Nyantri’ Bocah Petarung ISIS

Metrobatam, Jakarta – Lantunan selawat mengiringi santri dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfizh Al Quran Ibnu Mas’ud masuk ke dalam masjid untuk menunaikan salat Zuhur pada Senin lalu.

Sebagian mereka berbaris mengambil air wudu. Pesantren Ibnu Mas’ud terletak di Jalan Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Usai berwudu, mereka masuk ke masjid membentuk saf secara rapi.

Sesaat kemudian, Agus Purwoko, Kepala Yayasan Al Urwatul Usro ikut mengambil air wudu dan bergabung bersama para santri. Pria berusia 57 tahun itu adalah kepala yayasan yang menaungi Pondok Pesantren Tahfizh Al Quran Ibnu Mas’ud.

Setelah selesai menunaikan ibadah Salat Zuhur, Agus langsung menghampiri CNNIndonesia.com yang telah menantinya untuk wawancara. Namun, dia terpaksa menunda langkah itu sejenak untuk mengangkat telepon dari salah seorang rekannya.

Bacaan Lainnya

Agus terdengar bercerita tentang kondisi terkini Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud yang baru dikaitkan dengan pemberitaan yang bersifat negatif, yakni insiden pembakaran umbul-umbul pada Kamis (17/8). Selain itu, ada pula soal mantan santri Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud bernama Hatf Saiful Rasul tewas saat menjadi petarung ISIS di Suriah.

Agus pun menyampaikan kepada rekannya tersebut terkait rencananya untuk bertemu dengan Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky Pastika, dalam waktu dekat.

Pesantren Ibnu Mas’ud menjadi populer karena disebut-sebut sebagai tempat belajar bocah yang menjadi ‘petarung ISIS’ Hatf Saiful Rasul. Hatf memutuskan bergabung dengan organisasi teroris itu diketahui usai mengunjungi ayahnya, Syaiful Anam di penjara dengan tingkat pengamanan tinggi. Namun, Hatf sendiri diketahui tewas pada awal September lalu karena terkena serangan udara.

Tujuan Pesantren

Agus pun memulai jawaban wawancara dengan menceritakan tentang tujuan pembangunan Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud yang telah dia rintis bersama tiga orang rekannya sejak 2004.

Menurutnya, pesantren ini bertujuan untuk menyelamatkan anak-anak dari keluarga yang bermasalah. Agus menuturkan, mayoritas masalah keluarga yang melatarbelakangi santri di Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud adalah perkelahian antara orang tua yang terjerat dalam tindak pidana.

“(Tujuan) menyelamatkan anak-anak ini dari persoalan rumah tangga. Bermacam-macam, ada ayah terlibat kriminal atau kasus, sehingga anaknya tidak terawat. Kondisi semacam itu buat saya terpanggil untuk mengajak teman-teman mengurus anak-anak itu,” ucapnya.

Agus menyampaikan, anak-anak dari berbagai latar belakang keluarga dapat menimba ilmu di Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud. Dia mengaku tidak mempedulikan latar belakang orangtua para santri, meskipun narapidana kasus terorisme.

Dia mengatakan, anak-anak tidak ikut bersalah atas tindakan yang dilakukan oleh orang tuanya. “Anak ini tidak berdosa, yang berdosa orang tuanya. Saya urus mereka tanpa lihat latar belakang orang tuanya,” ucapnya.

“Kami pernah dititipkan anak teroris yang kami tidak tahu, karena pas daftar kami tidak tahu bapaknya sedang masalah dengan negara. Wah ya sudah anaknya sudah di sini, anaknya sudah aman,” ujar dia.

Tanpa Promosi

Dia pun mengaku tidak menyangka Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud akan berkembang menjadi seperti saat ini. Menurutnya, jumlah santri saat ini bertambah pesat, mulai dari sekitar enam orang pada awal berdiri menjadi 260 orang di saat ini.

Agus mengatakan, perkembangan Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud terjadi tanpa promosi yang dilakukan pihaknya.

Menurut dia, santri di Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Kalimantan, Sumatera, hingga sejumlah provinsi di Pulau Jawa.

Menurutnya, mayoritas santri berasal dari Tangerang (Banten), Jakarta, dan Bekas (Jawa Barat). “Dari mulut ke mulut saja, kami tidak punya dana gimana mau promosi,” ucapnya.

Begitu juga dengan luas wilayah pondok pesantren yang telah bertambah hingga 1.000 meter persegi. Agus menyampaikan, pihaknya terus menerima bantuan dari orangtua santri, salah satunya adalah masjid.

“Ini masjid dikasih. Ini awalnya 1.900 meter persegi. Ini asrama baru juga, ada dari infak dari masyarakat. Sekarang sudah sekitar 3.000 meter persegi,” tuturnya.

Agus pun mengatakan pesatnya pertambahan jumlah santri membuat kebutuhan tenaga pengajar di Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud ikut bertambah.

Namun, menurutnya, pihaknya kerap mendapatkan tenaga pengajar yang sesuai kebutuhan. Dia mengatakan, banyak tenaga pengajar yang telah dipecat lantaran diketahui melakukan tindakan tindakan kasar kepada santri.

Kegiatan Santri

Agus juga menjelaskan pelbagai kegiatan dilakukan santri sejak bangun tidur pada pukul 3.00 WIB. Dia mencontohkan kegiatan yang berlangsung setiap Senin, santri diwajibkan untuk menunaikan ibadah puasa dan memulai hari dengan sahur.

Setelah itu, menurutnya, para pengasuh akan mengajak santri untuk menunaikan Salat Tahajud dan Salat Subuh. Santri kemudian diwajibkan untuk membaca Al Quran hingga pukul 7.00 WIB.

Setelah itu santri diberikan waktu untuk beristirahat hingga pukul 09.30 WIB, sebelum memasuki kelas pelajaran tambahan. Menurutnya, biasanya santri mendapatkan materi pelajaran seputar Rukun Iman, Rukun Islam, Matematika, atau sejarah nabi pada sesi ini. “Seperti pelajaran di sekolah,” katanya.

Dia mengatakan, pelajaran tersebut diberikan kepada santri hingga pukul 10.30 WIB.

Setelah itu, santri kembali diberikan waktu beristirahat hingga waktu Salat Zuhur tiba. Kemudian, santri diberikan waktu untuk tidur hingga pukul 15.00 WIB dan diminta kembali berkumpul di masjid untuk menunaikan Salat Asar.

Selanjutnya, santri kembali diwajibkan untuk membaca Al Quran hingga pukul 16.30 WIB. Santri kemudian diberikan waktu istirahat, hingga kembali berkumpul pada waktu salat maghrib.

Selesai Salat Maghrib santri diwajibkan untuk kembali membaca Al Quran sambil menunggu waktu makan malam tiba. Santri kembali diberikan waktu bebas hingga pukul 22.00 WIB. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait