Setara: Pelanggaran Kebebasan Beragama Tertinggi di Jabar, Kedua DKI

Metrobatam, Jakarta – Setara Institute merilis kondisi kebebasan beragama di Indonesia selama 12 tahun terakhir. Setara menyebut pelanggaran terhadap kebebasan beragama tertinggi berada di Jawa Barat (Jabar) dan Kepolisian dalam ruang lingkup penyelenggara negara.

“Hingga detik ini, Setara Institute telah mengeluarkan laporan kebebasan beragama sejak pertama kali tahun 2007, yang dilatarbelakangi oleh kondisi kebebasan beragama yang belum dapat jaminan utuh dari negara dan praktik intoleransi, diskriminasi dan kekerasan masih terus terjadi,” ujar Direktur Riset Setara Institute, Halili, saat memaparkan hasil risetnya di Ashley Hotel, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019).

Halili menyebut, pelanggaran kebebasan beragama ini terjadi di 34 provinsi. Pelanggaran kebebasan beragama tertinggi terjadi di Jawa Barat sebanyak 629 peristiwa dan posisi sepuluh adalah Nusa Tenggara Barat sebanyak 76 kasus.

“Jawa Barat 629, DKI Jakarta 291, Jawa Timur 270, Jawa Tengah 158, Aceh 121, Sulawesi Selatan 112, Sumatera Utara 106, Sumatera Barat 104, Banten 90, Nusa Tenggara Barat 76 kasus,” rinci Halili.

Bacaan Lainnya

Sementara itu aktor negara yang paling banyak melakukan pelanggaran terhadap kebebasan beragama sejak tahun 2007 adalah kepolisian. Sementara itu pada posisi kedua adalah pemerintahan daerah.

“Aktor negara yang melakukan pelanggaran kebebasan beragama pertama kepolisian sebanyak 480 kasus, pemerintahan daerah 383 kasus, Kementerian Agama 89, pengadilan 71, Satpol PP sebanyak 71, kejaksaan 68, TNI 63, DPRD 38, institusi pendidikan 35, dan pemerintah desa sebanyak 33,” kata dia.

Adapun korban yang menjadi objek pelanggaran kebebasan beragama tertinggi dialami oleh Ahmadiyah. Kemudian diikuti oleh korban dari aliran keagamaan.

“Korban teratas ada Ahmadiyah sebanyak 554 kasus, aliran keagamaan 334, umat Kristen 328, individu 314, syiah 153, warga 139, umat Islam 79, umat Katolik 51, Gafatar 49, pelajar dan mahasiswa sebanyak 42 kasus,” ucap Halili.

Setara mendorong pemerintah untuk memberikan jaminan untuk kebebasan beragama. Setara juga berharap kasus kriminalisasi dan intoleransi dapat berkurang.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mix-methode research) kualitatif dan kuantitatif dengan mengkombinasikan desk study dan field study. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan diskusi kelompok, wawancara mendalam dengan berbagai otoritas negara, tokoh, minoritas dan korban, serta analisis dokumen dan pemberitaan media. (mb/detik)

Pos terkait