Sindir FUIB, Seniman Semarang Baca Puisi Gus Mus

Metrobatam, Samarang – Sejumlah warga dan seniman menggelar aksi baca puisi “Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana” karya Mustofa Bisri alias Gus Mus. Puisi ini sempat dipermasalahkan oleh Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) saat dibacakan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo karena di dalamnya mengandung kalimat yang dianggap menistakan agama.

Pembacaan puisi bersama ini digelar di Markas Relawan Ganjar-Yasin Jalan Pandanaran Semarang, Selasa (10/4) malam.

Beberapa seniman asal Semarang seperti Handry TM, Agoes Dhewa, dan Marco Marnadi hingga Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi ikut membacakan puisi dan memberingan kajian budaya atas kontroversi puisi Gus Mus yang dianggap salah kaprah.

“Itu yang mau ngelaporin Pak Ganjar atas puisi tersebut kok saya kira salah kaprah, tidak paham. Kalau di situ ada anggapan kalimat yang menistakan agama, yang dilaporkan ya Gus Mus. Tapi malah akhirnya tidak jadi laporan karena baru paham yang buat puisinya Gus Mus,” kata penyair Handry TM yang juga Ketua Dewan Kesenian Semarang usai acara.

Bacaan Lainnya

Senada dengan Handry, Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi beranggapan bila ada muatan politis yang mencoba memperkeruh suasana Pilkada Jawa Tengah.

Ia mempertanyakan, jika seandainya puisi itu bukan karya Gus Mus, apakah tetap aakan dilaporkan atau tidak.

Supriyadi berharap kasus ini jadi pelajaran agar tidak menilai sesuatu dengan pemahaman agama yang sempit. “Masyarakat Jawa Tengah khususnya juga jangan sampai terpancing provokasi murahan. Acara ini sebagai bukti kami menghormati Gus Mus,” katanya.

Sebelumnya Ketua Umum Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Rahmat Himran membatalkan rencana melaporkan Ganjar ke Bareskrim Polri setelah tahu puisi itu karya Gus Mus. Ia juga menyampaikan permohonan maaf pada tokoh Nahdlatul Ulama itu.

“Kami minta maaf sebesar-besarnya pada Gus Mus dan keluarga besar NU karena puisi yang dibacakan Pak Ganjar ternyata puisi Gus Mus,” ujar Rahmat kemarin.

Rahmat mengatakan awalnya pihak FUIB berencana melaporkan Ganjar atas puisi yang dibacakan dalam acara di salah satu stasiun televisi ke Bareskrim Mabes Polri.

Puisi tersebut dianggap menistakan agama karena menyebut Tuhan lebih dekat tapi masih sering dipanggil dengan pengeras suara. Namun setelah ditelusuri puisi itu ternyata karangan Gus Mus. “Kami kemudian menyimpulkan bahwa kami keliru menyampaikan persoalan ini,” katanya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait