Soal Aksi 299, Wiranto: Ekstrem Kanan-Kiri Sudah Dilarang, Mau Didemo Apa Lagi?

Metrobatam, Jakarta – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto menegaskan, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas ditambahkan adanya ketentuan pelarangan terhadap paham radikal yang bertentangan dengan Pancasila.

Maka itu, kata Wiranto, Perppu Ormas tersebut dinilai sudah mengakomodir kepentingan para pihak yang saat ini menggelar aksi demonstrasi pencabutan Perppu Ormas dalam aksi 299 di depan Gedung DPR/MPR.

“Artinya, ekstrem kanan kiri yang ganggu Pancasila sudah kita larang, pemerintah sudah larang yang didemo apa lagi? Saya tanya pada tokoh yang didemo apa lagi?” tanya Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (29/9).

Wiranto menuturkan, penolakan terhadap Perppu Ormas sudah ada salurannya. Dia berharap, pihak-pihak yang tidak setuju bisa menggunakan haknya melakukan uji materi di Mahkamah Kontitusi (MK).

Bacaan Lainnya

Sebaliknya, penolakan tidak perlu dilakukan dengan aksi demonstrasi yang membuat kalangan pengusaha dan masyarakat menjadi takut. “Coba, kan ini merugikan kita, yang belum demo saya harap berpikir jernih jangan sampai dapat diombang-ambingkan sesuatu yang enggak jelas,” ujarnya.

Diketahui, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam aksi 299 siang ini akan menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Aksi dilakukan untuk menolak Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas, pemidanaan PKI dan kriminalisasi ulama.

Sementara itu puluhan perwakilan massa Aksi 299 masuk ke Gedung Nusantara II Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka diterima pimpinan dan anggota DPR RI. Pertemuan dihelat di lantai III Gedung Nusantara II.

Pimpinan DPR RI yang menerima puluhan massa aksi tersebut yakni Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria, dan anggota Komisi III DPR Nasir Djamil‎.

“Kami menerima aspirasi dari bapak ibu sekalian dan audiensi. Kami sangat terima kasih walaupun masih terjadi unjuk rasa, kami menerima yang bapak sampaikan. Sebagai tuan rumah saya ucapkan terima kasih,” kata Agus Hermanto di hadapan perwakilan massa aksi, Jumat (29/9).

Agus menuturkan, dengan senang hati pimpinan DPR menerima aspirasi masyarakat soal penolakan Perppu Ormas dan penolakan terhadap kebangkitan PKI. DPR juga mengaku akan memproses aspirasi yang disampaikan masyarakat.

“Dengan senang hati kami ingin mendengar apa yang disampaikan, tentu akan kita proses sesuai aturan perundang-undangan,” ‎terangnya.

Amien Rais Meneruskan Kebencian

Budayawan Goenawan Mohamad dalam Ceramah Umum bertajuk “Memahami Pertarungan Politik Kebudayaan Seputar 1965”, di Teater Utan Kayu, Jakarta, Kamis (28/9) malam menyebutkan, politikus PAN Amien Rais hanya melanjutkan kebencian yang seharusnya sudah tidak ada terhadap orang-orang yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Itu bukan saja konyol, tetapi juga meneruskan kebencian yang seharusnya tidak ada,” cetus Goenawan.

Pernyataan Goenawan itu juga berlaku untuk sastrawan Taufiq Ismail yang turut mengipasi isu kebangkitan PKI belakangan ini. “Kalau Taufiq, dari dulu memang enggak berubah. Kayak begitu,” ucap Goenawan.

Goenawan, yang juga pendiri Majalah Tempo, memberi pesan kepada Amien Rais dan Taufiq Ismail agar berhenti meniupkan isu kebangkitan PKI. Menurutnya, isu itu tidak logis karena sejauh ini tidak ada bukti yang ditemukan.

Jika diteruskan, akan ada dampak buruk di masyarakat. “Itu bisa dianggap dusta, paranoia, dan menimbulkan permusuhan yang tidak penting,” kata Goenawan.

Dia mengingatkan kepada kedua tokoh itu untuk lebih peka terhadap permasalahan yang ada di depan mata. Yakni, korupsi yang merajalela. Tidak ketinggalan, Goenawan pun mengkritik tingkah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait pemutaran kembali film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.

Goenawan tidak mempermasalahkan ketika Gatot berencana menggelar nonton bareng film tersebut di markas militer, seperti Koramil dan Kodim. Namun, kesalahan Gatot adalah karena menganjurkan masyarakat untuk ikut menonton film tersebut.

“Kalau mau putar, putar saja di Koramil. Orang mau datang, silakan, boleh, tapi jangan dianjurkan,” kritiknya. “Jadi, Panglima ini agak berlebihan,” pungkasnya. (mb/okezone)

Pos terkait