Soal ‘Desa Hantu,’ Polda Sultra Sudah Periksa 57 Saksi

Metrobatam, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyinggung adanya ‘desa hantu’ yang menerima dana desa. Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) mengatakan sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut dan sudah memeriksa 57 saksi.

“Polda Sultra sejak bulan Januari sudah menerima pelimpahan penyelidikan dari Polres Konawe lalu ditangani Subdit Tipikor Polda Sultra. Polda sudah melakukan langkah lidik lanjutan. Sudah dicek terhadap desa-desa yang ada di Perda 7/2011. Perda ini dikeluarkan Pemkab Konawe. Penyidik sudah memeriksa beberapa dokumen, sudah memeriksa 57 saksi,” kata Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldehardt, Rabu (6/11/2019) malam.

Harry menuturkan akan segera memeriksa saksi dari Kemendagri. Pemeriksaan terkait rekomendasi definisi usulan desa tersebut.

“Pemeriksaan saksi dari Kemendagri yang menerima rekomendasi usulan mendefinitifkan desa dengan lampiran perda 7/11. Serta peta desa,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Harry mengatakan masih terus melakukan penyelidikan lanjutan sebelum menentukan tersangka. Pihaknya juga masih menunggu laporan hasil pemriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kita menunggu cek fisik ahli konstuksi dan LHP BPK,” sebut Harry.

Sebelumnya, fenomena desa hantu ini pertama kali diungkapkan Sri Mulyani Indrawati saat melaporkan evaluasi kinerja APBN Tahun Anggaran 2019 di ruang rapat Komisi XI DPR RI. Dia menyebut ada desa baru karena dana desa.

“Sekarang muncul desa-desa baru yang nggak ada penduduknya karena adanya dana desa,” kata Sri Mulyani, Senin (4/11).

Sri Mulyani akan mengevaluasi program dana desa untuk meminimalkan kejadian tersebut dengan memperketat aturan pencairan. Dana desa sendiri dicairkan melalui tiga tahap. Dana desa dicairkan dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah) dalam tempo tertentu.

Kemenkeu menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengusut aksi akal-akalan ini. Kemendagri mencatat ada empat desa fiktif di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta aparat mengusut soal ditemukannya empat desa siluman tersebut. Ia memerintahkan pelaku ditangkap.

“Tapi tetap kita kejar agar yang namanya desa-desa tadi diperkirakan, diduga itu fiktif ketemu, ketangkep,” kata Jokowi di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019).

Desa Fiktif Penyedot Duit Negara

Tiga desa di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara jadi sorotan nasional setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut keberadaan desa fiktif di kabupaten itu yang berdampak pada penggunaan dana desa tidak tepat sasaran.

Tiga desa yang diduga fiktif itu adalah Desa Ulu Meraka Kecamatan Lambuya, Desa Uepai Kecamatan Uepai, dan Desa Morehe Kecamatan Uepai.

CNNIndonesia.com mencoba menelusuri dan memastikan tiga desa fiktif di Kabupaten Konawe, Rabu (6/11), yang diduga tak berpenduduk namun mendapatkan alokasi dana desa setiap tahunnya.

Konawe merupakan salah satu kabupaten tertua di Sultra yang terdiri dari 27 kecamatan, 57 kelurahan dan 297 desa dengan luas wilayah 4.435,28 km² dan jumlah penduduk sebesar 253.659 jiwa (2017) dengan sebaran penduduk 57 jiwa/km².

Jarak ibu kota provinsi, Kendari ke Konawe sekitar 45 kilometer. Lambuya dan Uepai merupakan dua kecamatan yang berdampingan.

Saat ditemui CNNIndonesia.com, Camat Lambuya, Jasmin mengaku ada banyak hal yang perlu diluruskan atas informasi yang terlanjur beredar di publik, khususnya Desa Ulu Meraka yang disebut masuk wilayah administrasi Kecamatan Lambuya.

Dari 9 desa dan satu kelurahan di Kecamatan Lambuya, kata Jasmin, tak ada nama Desa Ulu Meraka.

“Di sini adanya Desa Meraka. Kalau Desa Ulu Meraka tidak ada,” kata Jasmin.

Desa Meraka ini, kata Jasmin, berada di perbatasan antara Kabupaten Konawe Selatan dan Konawe. Desa ini, kata dia, masuk desa tertua di Kecamatan Lambuya bersamaan dengan Desa Uepai (sebelum berubah jadi Kelurahan Uepai).

Ia melanjutkan, Lambuya merupakan kecamatan induk yang kemudian memekarkan beberapa kecamatan di Kabupaten Konawe. Di antaranya, Kecamatan Uepai, Puriala, Ameroro dan Onembute.

Dari empat kecamatan itu, Desa Ulu Meraka kemudian masuk wilayah administrasi Kecamatan Onembute. Ia tidak tahu persis kapan berdirinya desa tersebut di Kecamatan Onembute.

“Jadi, Desa Ulu Meraka adanya di Onimbute, bukan di kita,” bebernya.

Jasmin mengaku sejak menjadi Camat Lambuya pada April 2019, belum pernah mendengar daftar Desa Ulu Meraka di wilayah kekuasaannya.

“Pada pencairan dana desa di tahap kedua ini, tak ada desa itu. Kita tidak tahu tiba-tiba muncul namanya,” jelasnya.

Ia menjelaskan, dana desa bersumber dari Kementerian Keuangan yang turun ke rekening pemerintah Kabupaten Konawe melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD).

Setelah itu, dana desa dicairkan dalam tiga tahap dengan skema 20 persen, 40 persen dan 40 persen.

Pada tahap pertama pencairan diberikan ke desa untuk menjalankan berbagai programnya yang tercantum dalam APBD-desa. Untuk pencairan tahap kedua, diperlukan laporan pertanggungjawaban atas dana 20 persen tahap pertama.

“Begitu pula pada pencairan tahap ketiga, harus ada pertanggungjawaban dulu tahap kedua. Dalam pencairan ini juga, harus ada rekomendasi dari camat. Itu wajib,” ujarnya.

Dalam rekomendasi itu, Jasmin memastikan tidak ada nama Desa Ulu Meraka yang diteken olehnya. Ia pun menegaskan desa itu tidak masuk dalam daftar wilayahnya.

Setiap tahunnya, sebut Jasmin, sembilan desa diampunya mendapatkan Rp700-Rp800 juta pencairan dana desa.

Meski demikian, nama Desa Ulu Meraka pernah masuk di kantornya melalui undangan dari salah satu lembaga pengkajian swasta untuk pelatihan aparatur desa.

Surat dengan sampul berwarna coklat itu bertuliskan nama lembaga Pusat Pendidikan Keuangan dan Pemerintahan Daerah (PUSDIK-PEMDA) Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri yang kantornya beralamat Jalan Kalibaru Barat VII No 5 Kecamatan Cilincing Jakarta.

“Dalam amplop tersebut disebutkan 10 desa salah satunya Desa Ulu Meraka. Saya kaget, perasaan tidak ada desa itu di Lambuya sini,” katanya.

Kasus ini, kata dia, telah diselidiki oleh Direktorat Kriminal Khsusus Polda Sultra. Namun, sejauh ini ia belum mendapatkan panggilan untuk memberikan keterangan. (mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait