Syariat Islam di Aceh Tak Sentuh Kasus Gubernur Irwandi Yusuf

Metrobatam, Jakarta – Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018. KPK menemukan indikasi bancakan yang dilakukan Irwandi dan oknum pejabat Aceh terkait penggunaan DOKA.

Setiap anggaran untuk proyek yang dibiayai DOKA dipotong 10 persen dengan rincian delapan persen untuk pejabat di tingkat provinsi dan dua persen untuk pejabat di tingkat kabupaten/kota.

Perdebatan muncul terkait hukuman yang akan diterima Irwandi. Sejumlah pihak menyatakan mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu harus dihukum cambuk sesuai dengan penerapan hukum syariat Islam atau qanun yang berlaku di kota serambi Mekkah itu. Bahkan Front Pembela Islam (FPI) di Aceh meminta agar Irwandi atau siapapun warga Aceh yang terbukti korupsi dipotong tangannya.

Warga di Aceh mayoritas menyatakan setuju dengan penerapan hukum syariat Islam bagi Irwandi.

Bacaan Lainnya

Dikutip dari CNN Indonesia TV, seorang warga Aceh, Miko mengaku setuju dengan penerapan hukum tersebut. Menurutnya, penerapan hukum syariat selama ini tak adil lantaran terkesan hanya menyasar masyarakat kecil.

“Kami merasa itu tidak adil. Artinya pejabat, pegawai negeri, penguasa itu harus kena hukum syariat Islam juga. Harusnya dirajam saja,” katanya.

Hal senada disampaikan warga Aceh lainnya, Mukhlis. Ia meyakini penerapan hukum syariat itu akan membuat jera siapapun pihak yang melakukan korupsi.

“Dengan begitu orang akan mikir-mikir dulu. Bagusnya ya, terapin saja, lebih adil itu,” ucap Mukhlis.

Namun jika ditinjau lebih jauh, tindak pidana korupsi ternyata tak diatur dalam qanun atau aturan syariat Islam di Aceh. Dari laman daring dsi.acehprov.go.id terdapat 13 qanun yang di antaranya mengatur tentang pembinaan kehidupan adat istiadat, hukum jinayat, hingga pembinaan aqidah.

Dalam ketentuan hukum jinayat, hanya mengatur hukuman ta’zir atau yang menjadi kewenangan hakim berupa perbuatan maksiat seperti judi, minuman keras, hingga perbuatan asusila.

Sementara perbuatan seperti pembunuhan maupun pencurian termasuk hukum hudud yang tak bisa diproses dengan qanun karena merujuk langsung pada Al-quran.

Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakkir mengatakan dalam qanun memang tidak mengatur tentang tindak pidana korupsi. Dalam tingkat perundang-undangan, qanun hanya berlaku sebagai peraturan daerah yang berada di bawah Undang-undang.

“Qanun itu memang tidak mengatur pidana berat seperti pembunuhan atau korupsi karena itu sudah diatur dalam UU yang lebih tinggi,” ujar Muzakkir.

Menurut Muzakkir, jika hukum qanun diterapkan untuk tindak pidana korupsi akan menimbulkan permasalahan di masyarakat. “Kalau itu betul dilaksanakan saya kira ya, tidak sesuai. Kecuali kalau memang qanun mengatur (soal korupsi), tapi itu pun akan menimbulkan masalah,” katanya.

Di sisi lain, pernyataan masyarakat yang setuju dengan penerapan hukum itu dinilai Muzakkir sebagai bentuk sindiran lantaran selama ini aturan itu hanya berlaku di masyarakat umum.

“Jadi kesannya penegakan syariat Islam ini kok hanya hal-hal tertentu yang tidak mungkin dilakukan pejabat. Makanya ketika ada pejabat, gubernur yang melakukan ini, mereka inginnya diberi hukuman yang sama. Padahal tidak bisa,” terangnya.

Oleh karena itu, lanjut Muzakkir, Irwandi harus tetap diproses sesuai prosedur di KPK dan hanya dapat dijerat dengan UU Tipikor.

“Kecuali memang mau diatur kombinasi ke depan antara qanun dengan undang-undang, mungkin saja,” katanya.

KPK Geledah Kantor Dispora

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh, Selasa (10/7/2018). Hal ini dilakukan sebagai bentuk penelusuran bukti – bukti kasus dugaan suap dana otonomi daerah (OTDA) 2018, yang menjerat Gubernur non-aktif Aceh Irwandi Yusuf.

Dari pantauan okezone.com di lapangan, KPK telah memasuki kantor Dispora Aceh sejak pukul 11.00 WIB, dan baru keluar pada sekira pukul 17.40 WIB, dengan membawa sebuah tas koper biru dan beberapa berkas dalam kotak minuman instan.

Saat keluar dari Kantor Dispora Aceh, Tim KPK dijaga beberapa aparat keamanan dengan menggunakan empat mobil Toyota Innova, Kepala Dispora Aceh Darmansyah juga turut dalam rombongan. Darmansyah disebut – sebut ikut diboyong ke Polda Aceh untuk mengikuti pemeriksaan lebih lanjut, namun hal ini belum terkonfirmasi pihak terkait.

Juru Bicara KPK Febri Febriansyah mengatakan, tim penyidik KPK meneruskan penelusuran bukti-bukti di kasus dugaan suap terkait Dana Otonomi Khusus Aceh.

“Penggeledahan dilakukan di Dinas PUPR dan Dispora Aceh. Perkembangan lebih lanjut akan diinformasikan kembali,” kata Jubir KPK Febri Febriansyah.

Seperti diberitakan sebelumnya, Tim KPK di Aceh menggeledah Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Dispora Aceh. Penggeledahan dilakukan untuk menelusuri bukti-bukti terkait kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh.

Sebelumnya, tim penyidik telah melakukan penggeledahan di tiga lokasi yakni, kediaman Gubernur non-aktif Aceh, Irwandi Yusuf, serta rumah dua pihak swasta, Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri, pada Jumat, 6 Juli 2018.

Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen serta alat bukti elektronik terkait Dana Otonomi Khusus Aceh tahun anggaran 2018.

Menurut Febri, sejumlah alat bukti yang didapat dari hasil penggeledahan menguatkan konstruksi perkara adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gubernur non-aktif, Irwandi Yusuf, dan Bupati non-aktif Bener Meriah, Ahmadi.‎‎ (mb/cnn indonesia)

Pos terkait