Tak Diakui Gerindra, Begini Jejak Solidaritas Menangkan Prabowo

Metrobatam, Jakarta – Nama kelompok relawan Solidaritas Menangkan Prabowo (SMP) mencuat di tengah kasus sindikat Saracen yang diusut polisi. Mayjen (Purn) Ampi Tanudjiwa kemudian angkat bicara soal keberadaan SMP.

“Iya dulu kan SMP nggak di bawah Gerindra, berdiri independen,” kata Ampi saat dihubungi detikcom, Selasa (29/8).

Pernyataan Ampi didahului oleh Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang menegaskan bahwa tak ada yang namanya Solidaritas Menangkan Prabowo. Dasco bahkan menyatakan di jejaring pemenangan Prabowo tak ada nama kelompok itu.

“Kalau 4 tahun lalu itu kan berarti 2013, 2013 itu artinya mereka kan ngomong mau rapat-rapat pemenangan itu untuk 2014 kan. Nah, saya Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, kemudian saya juga aktif di pemenangannya Pak Prabowo, baik yang memonitor jalur yang terbuka maupun jalur yang tertutup. Ya nama-nama yang ngaku itu Solidaritas Menangkan Prabowo tidak ada di yang namanya jejaring pemenangan Prabowo, di mana pun,” jelas Dasco saat dimintai konfirmasi sebelumnya.

Bacaan Lainnya

Adalah Eggi Sudjana yang pertama mencuatkan kembali nama SMP. Mulanya dia dimintai konfirmasi soal fotonya bersama dengan Ampi dan Rijal Kobar di sebuah ruangan. Kebetulan nama mereka juga dimasukkan dalam struktur organisasi Saracennews.

“Fitnah tuh. Foto tersebut foto 4 tahun lalu saat SMP, Solidaritas Menangkan Prabowo,” ujar Eggi kepada wartawan.

detikcom kemudian menelusuri akun twitter @smp_prabowo yang pernah mem-posting foto itu. Rupanya akun tersebut telah aktif di sejak Mei 2014 dan hingga kini telah mencuit sebanyak 997 kali dengan 1.792 pengikut.

Rata-rata aktivitas akun itu hanya mem-posting tautan status akun facebook smp.prabowo. Ada sejumlah foto kegiatan dan gambar-gambar lainnya terkait dengan Pilpres 2014.

Ada foto kegiatan yang diunggah dan memperlihatkan Mayjen Ampi bersama dengan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani. Selain itu, fanpage smp.prabowo itu juga pernah mengeposkan data perolehan suara Pilpres 2014 yang agak berbeda dari rekapitulasi KPU.

“Menangkan…..!!! Team Solidaritas Menangkan Prabowo (SMP) bersama dewan pembinanya MayJen TNI (purn) Ampi Tanudjiwa sosialisasi di sukasari… Antusiasme positif dari masyarakat untuk memenangkan Prabowo – Hatta menjadi Presiden dan wakil Presiden RI 2014-2019. Salam Solidaritas,” tulis fanpage smp.prabowo pada 4 Juli 2014.

Pada hari yang sama, mereka juga menggelar buka puasa bersama dengan persatuan pendekar persilatan seni budaya – Banten Indonesia. Acara tersebut juga dihadiri oleh Sekjen Gerindra Ahmad Muzani. Wajah Muzani jelas terpampang di foto yang diposting.

Pada 11 Juli 2014, mereka juga mengunggah poster ucapan selamat kepada Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang telah ‘menang’ Pilpres 2014. Selain itu juga ada postingan ketika Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum Golkar saat itu Aburizal Bakrie mengikuti aksi solidaritas untuk Palestina.

Postingan terakhir di tahun 2014 adalah pada bulan Agustus. Namun setelah lama tak terlihat aktivitasnya, akun itu kembali muncul untuk mendukung pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno di Pilgub DKI 2017.

“Untuk seluruh relawan dan simpatisan. Mari, MENANGKAN Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI JAKARTA 2017. Jangan Lupa…!!! #PilihNo3 #CoblosBajuPutihnya #SalamOkeOce,” tulis akun itu.

detikcom kemudian mencoba mengontak nomor telepon yang tertera pada biodata akun tersebut. Ada 3 nomor telepon, namun hanya satu yang tersambung. Tetapi sosok yang mengangkat telepon tak bicara sepatah kata pun saat dihubungi.

Fadli Zon Ikut Gerah

Wakil Ketua DPR Fadli Zon kembali angkat bicara mengenai pengelola grup Saracen yang ditangkap Kepolisian akibat menyebar konten negatif dan ujaran kebencian di media sosial. Fadli meminta agar Kepolisian mengungkap dalang dan jaringan pengguna Saracen.

Bukan tanpa sebab Fadli ikut merasa gerah dalam kasus Saracen. Selain karena menebar hoax dan isu-isu suku agama ras dan antargolongan (SARA), Fadli dan partainya Gerindra, sempat dikaitkan dengan grup ini akibat sebuah foto viral di media sosial.

“Enggak ada, kami ya tidak pernah mengenal yang namanya Saracen itu dan kita juga tidak pernah meng-approve tindakan-tindakan hoax. Kami adalah korban yang paling banyak fake news hoax dan juga fitnah di media sosial,” kata Fadli di Gedung DPR Jakarta kemarin.

Kepolisian, kata Fadli, harus bisa membuktikan dugaan tentang penyebaran konten negatif, hoax dan isu-isu SARA yang dilakukan Saracen. Jika benar, siapa pun dalang dan penggunanya harus diusut tuntas.

“Kita tidak ingin kasus Saracen ini nantinya berakhir antiklimaks seperti kasus pengungkapan mafia beras yang bikin heboh beberapa pekan lalu itu, di mana ekspose awalnya bombastis, namun perkembangan kasusnya kemudian ternyata tak sebesar yang diekspose di awal,” ujar Fadli dalam keterangannya hari ini.

Berita konten negatif dan hoax, kata Fadli, telah memperkeruh situasi perpolitikan nasional, dalam lima tahun terakhir. Lantas, dia pun mengkritik Presiden Joko Widodo yang pernah mengakomodasi buzzer politik di Istana beberapa waktu lalu.

Apalagi buzzer itu disinyalir merupakan pendukung pemerintah. Langkah itu dinilai sebagai bentuk kontradiktif dari komunikasi politik Jokowi karena dilakukan di tengah wabah berita negatif.

“Tindakan Presiden yang sering mengundang buzzer ke Istana itu hanya memperkuat kesan di masyarakat jika pemerintah sebenarnya menerapkan standar ganda dalam urusan ‘hoax’ dan ujaran kebencian ini,” bebernya.

Sebab, Fadli menganggap, para buzzer itu seolah tidak pernah tersentuh tindakan hukum, meskipun misalnya cuitan atau posting mereka di media sosial kerap kali meresahkan dan melahirkan perselisihan di tengah masyarakat.

Salah satunya adalah ketika Pilpres 2014, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dirundung penyebaran rekayasa foto yang memperlihatkan mantan Danjen Kopassus itu mengenakan atribut Adolf Hitler. Bahkan, foto-foto itu menurutnya masih beredar hingga saat ini.

“Ini ditertibkan dulu peluangnya, jadi pemerintah jangan hanya saat tiba akal kalau memang membenahi secara holistik jangan parsial,” katanya.

Dengan demikian, jika Saracen merupakan industri jasa yang menjalankan bisnis penyebaran konten negatif, hoax, isu-isu SARA dan ujaran kebencian, Fadli meminta agar Kepolisian menuntaskan kasusnya secara transparan.

“Bukan hanya ketika pengguna jasanya adalah pihak-pihak yang kebetulan berseberangan dengan pemerintah, namun juga jika dalam proses penyidikan ternyata temuannya justru mengarah kepada pihak-pihak pendukung rezim yang sedang berkuasa,” kata dia.

Di sisi lain, Fadli pesimistis kasus Saracen dapat terungkap tuntas. Dari berbagai perkembangan berita yang ada, Fadli menilai perkembangan kasus ini di Kepolisian tidak sebesar ekspose saat pertama kali diungkap. “Saya cenderung menilai kasus ‘saracen’ ini sekadar dagelan baru,” ujar Fadli. (mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait