Terima Suap, Pejabat Bakamla Divonis 4,3 Tahun Penjara

Metrobata, Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4,3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidier dua bulan kurungan pada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni lima tahun penjara.

“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Majelis Hakim Yohanes Priyana saat membacakan amar putusan, Senin (17/7).

Majelis hakim menyatakan Eko terbukti menerima suap dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah terkait proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla. Suap tersebut diberikan melalui perantara anak buah Fahmi, Adami Okta dan Hardy Stefanus yang telah menjadi terpidana dalam kasus ini.

“Terdakwa menerima uang dari PT MTI sebanyak dua kali yang bekaitan dengan proyek satellite monitoring,” kata hakim.

Bacaan Lainnya

Pemberian suap tahap pertama dilakukan pada 14 November 2016 senilai US$10 ribu dan €10 ribu. Kemudian suap selanjutnya diberikan pada 15 Desember 2016 senilai Sin$100 ribu dan Sin$88.500.

Dalam pertimbangannya, perbuatan Eko dianggap tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Namun Eko dinilai bersikap sopan, mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, dan masih memiliki tanggungan keluarga yang menjadi pertimbangan meringankan hukuman.

Sementara itu majelis hakim menolak permohonan Eko sebagai justice collaborator. Sebab hingga proses penuntutan, tidak ada tindak lanjut atas permohonan tersebut. “Maka permohonan terdakwa tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut,” ucapnya.

Adapun majelis hakim meminta jaksa penuntut umum mengembalikan salah satu barang bukti berupa KTP kepada Eko. Menurut majelis hakim penyitaan barang bukti itu tidak relevan dalam penuntutan perkara.

“Satu KTP asli atas nama Eko Susilo Hadi tidak ada relevansinya dalam perkara berikutnya. Maka perintah bagi penuntut umum untuk mengembalikan,” tuturnya.

Menanggapi putusan tersebut, Eko menyatakan menerima. Eko didakwa menerima suap dari Fahmi dan dua anak buahnya terkait proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla. Saat pemeriksaan sebagai terdakwa, Eko mengakui ada arahan dari Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo terkait pembagian fee 7,5 persen dalam proyek pengadaan alat pemantauan satelit.

Fee tersebut tak langsung diberikan sekaligus, namun diberikan 2 persen terlebih dulu. Arie memintanya membagi jatah 2 persen tersebut untuk Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo dan Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan masing-masing 1 persen atau sebesar Rp1 miliar. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait