Uang Suap Patrialis untuk Liburan ke Singapura dan Umrah

Metrobatam, Jakarta – Basuki Hariman menyangkal memberikan suap ke Patrialis Akbar. Dia juga menyebut kepergian Patrialis untuk umrah bukanlah berasal dari uang suap itu.

“Pak Kamal (Kamaludin/perantara suap) minta ke saya, yang pertama, untuk jalan-jalan ke Singapura. Yang kedua, waktu akhir tahun itu dia mau umrah,” kata Basuki usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (27/1).

Namun menurut Basuki, Kamaludin tidak jadi berangkat umrah. Pada saat bersamaan, Patrialis berangkat umrah yang akhirnya menjadi penyebab disangkanya Patrialis menggunakan uang tersebut untuk umrah.

“Tadinya kan dia (Kamal) yang mau pergi umrah. Karena dilihat dia nggak pergi umrah dan yang pergi Pak Patrialis jadi orang menyimpulkan Pak Patrialis yang berangkat umrah,” jelasnya.

Bacaan Lainnya

Basuki menyebut dia telah dua kali memberikan uang kepada Kamaludin. Pemberian pertama berjumlah USD 10 ribu dan yang kedua USD 20 ribu.

Namun KPK menduga Patrialis Akbar menerima USD 20 ribu dan SGD 200. Selain itu, KPK menyita dokumen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014.

Dalam kasus itu, Patrialis dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian terhadap Basuki dan Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Moral Bobrok
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyayangkan perilaku Patrialis yang diduga menerima suap USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. “Moralnya bobrok sudah pastilah,” kata Mahfud saat berbincang dengan detikom, Sabtu (28/1).

Mahfud mengatakan tindakan Patrialis tidak pantas lantaran sudah digaji negara sebesar Rp 72,8 juta per bulan dan menerima tunjungan nomor satu. Mahfud menambahkan jika Patrialis terbukti melakukan korupsi patut diduga ada kegiatan yang akan dituju.

“Gajinya sudah tinggi, kalau dilihat dari daftar kekayaannya ketika masuk sudah Rp 14 M lebih yang di LHKPN itu kok masih kurang begitu. Kalau benar dia menerima suap dan terbukti nanti, dan saya percaya itu akan terbukti nanti, karena KPK yang nangkap. Maka tidak ada jawaban lain dia orang rakus, kedua mungkin dia punya agenda politik yang akan ditempuhnya bermodalkan uang mau jadi apa lagi. Kalau di Indonesia politiknya nggak punya uang kan nggak bisa,” papar Mahfud.

Mahfud menambahkan jika perbuatan korupsi itu terbukti maka Patrialis harus dihukum berat. Sebagai penegak hukum Patrialis, kata Mahfud, patut dihukum seumur hidup seperti pendahulunya Akil Mochtar.

“Hukuman tergantung apa yang bisa dibuktikan KPK nanti, pertama bahwa hukuman itu harus berat karena dia seorang penegak hukum bukan politikus, tapi dia pejabat penegak hukum. Ya menurut saya bisalah seperti Pak Akil. Kalau sudah penegak hukum setingkat lembaga negara terbukti layak untuk dijatuhi hukuman maksimal,” kata Mahfud.

KPK menduga Patrialis Akbar menerima hadiah atau janji senilai USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Kaitannya adalah dengan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. KPK menyita dokumen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi.

Dalam kasus itu, Patrialis dan seorang lainnya bernama Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian terhadap Basuki Hariman dan Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(mb/detik)

Pos terkait