UU MD3 Disahkan, Pengamat: DPR Sedang Membangun Benteng dengan Masyarakat

Metrobatam, Jakarta – Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang sudah disahkan menuai kontroversi di tengah masyarakat. Pasalnya, ada tiga pasal yang dinilai berbagai kalangan kalau itu sebagai upaya lembaga legislatif membuat benteng dengan rakyat.

Khususnya terkait Pasal 122 huruf K, dimana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan melakukan pelaporan terkait adanya pelanggaran hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan penghinaan terhadap anggota DPR dan lembaga DPR. Padahal kritikan yang dilontarkan masyarakat merupakan bentuk kontrol sosial agar wajah parlemen lebih baik ke depannya.

“Kritik itu adalah sebagai bentuk kontrol publik. Kalau itu yang terjadi anggota DPR sedang membangun benteng dengan rakyat. Harusnya dia dekat dengan rakyat sebagai wakil rakyat,” kata Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun saat dihubungi, Rabu (14/2).

Menurutnya, kalau alasan untuk menjaga marwah DPR agar tak tercoreng, maka pasal tersebut tak usah dibuat. Sebab, kata dia, nama baik parlemen akan terjaga bila seluruh anggota mampu berkinerja dan berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat.

Bacaan Lainnya

“Marwah itu muncul karena kinerja dan perilaku, kalau kinerja dan perilaku buruk bagaimana marwahnya baik. Jadi marwah DPR itu tergantung dari sikap dan kinerja DPR itu sendiri,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengatakan MKD akan mengategorikan pihak yang dianggap menghina anggota Dewan hingga bisa dipidanakan. Hal itu telah ada dalam salah satu poin dalam pasal tersebut yamg meminta MKD menyusun kode etik dan tata caranya dalam mengambil langkah hukum.

“Ada poin dalam pasal ini meminta MKD menyusun kode etik dan tata acara dalam hal pasal yang dimaksudkan tadi,” jelas Sudding.

Pasal 122 huruf k dalam revisi UU MD3 itu berbunyi:

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan Bertugas:

(k) Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Hanya Diproses di MKD

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan soal fungsi Pasal 122 dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) itu bukan untuk mempolisikan seseorang yang melakukan penghinaan kepada lembaga DPR. Tapi, itu hanya diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara internal. Sehinnga, nanti MKD akan memanggil yang bersangkutan unutk menjelaskan perihal yang telah dilakukan.

“Enggak gitu caranya (mempolisikan). MKD memanggil dia dan melakukan klarifikasi kan. Nanti akan keliatan temuannya,” kata Fahri saat dihubungi, Rabu (14/2).

Menurutnya, MKD tak bisa melakukan pelaporan ke aparat kepolisian tanpa melakukan klarifikasi dengan yang bersangkutan. Ia menyarankan kepada MKD untuk menyelesaikan persoalan tersebut di ruang lingkup MKD saja, karena bila sampai membawa ke polisi itu sama saja seperti merendahkan lembaga MKD di muka publik.

“Tantangannya hanya di MKD. Jadi enggak bisa saya kira tahu-tahu lapor polisi. Kita juga merendahkan diri kalau lapor lapor polisi. Jadi kita selesaikan di MKD. Jadi ada klarifikasi dan proses,” imbuhnya.

Lebih lanjut ia mempersilakan kepada kelompok masyarakat untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Kontitusi (MK) kalau tak puas dengan keputusan revisi UU MD3 tersebut. Sebab itu merupakan cara yang efektif bila ada suatu pihak yang tidak setuju dengan undang-undang yang baru ditelurkan.

Namun, ia megingatkan kepada seluruh elemen agar menghindari pandangan negatif kepada lembaga pengawal konstitusi tersebut. Kata dia, kini banyak anggapan kalau judicial review diajukan ke MK maka kemungkinan untuk memenangkan gugatan itu hanya kecil. Sebab, masyarakat menilai kalau lembaga pimpinan Arif Hidayat itu memiliki kedekatan dengan lembaga legislatif.

“Ya gapapa (pengajuan gugatan). Itu hak rakyat. Terserah aja. Udahlah hindari interpretasi bahwa DPR ini lembaga yang dipimpin satu orang. Di DPR ini ada 10 partai, ada 560 anggota beda pikirannya masing-masing. Enggak akan ada yang bulat. Jadi mustahil itu,” pungkasnya. (mb/okezone)

Pos terkait