Wantimpres: Jangan Dukung Radikalisme Meski Tak Suka Jokowi

Metrobatam, Jakarta – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar meminta kepada masyarakat Indonesia tak mendukung dan bergabung dengan kelompok radikal meski tak menyukai kepemimpinan presiden Joko Widodo.

Hal itu Agum katakan untuk merespons banyaknya sikap masyarakat Indonesia yang tak menyukai pemerintahan Jokowi selama empat tahun terakhir.

“Kalau memang tidak suka pemerintah Jokowi itu enggak masalah, tetapi jangan ketidaksukaan kepada pemerintah ini kemudian disalurkan dengan mendukung gerakan radikal. Itu kesalahan besar, itu kesalahan besar,” kata Agum di kawasan Pasar Rebo, Jakarta, Selasa (5/2).

Agum sendiri menjelaskan bahwa kelompok radikal itu merupakan paham dimiliki kelompok tertentu yang ingin mengubah NKRI menjadi paham lainnya.

Bacaan Lainnya

Ia mengatakan potensi ancaman itu bisa berasal dari pemikiran kelompok komunis, khilafah atau liberal yang masih merongrong kedaulatan Indonesia.

“Radikal itu apa sih, radikal itu sikap pikir sikap kaku yang menginginkan merubah NKRI negara yang berafiliasi, dari kiri misalnya paham komunis dari kanan liberal,” kata dia.

Lebih lanjut, Agum menyarankan masyarakat yang tak menyukai pemerintah untuk menyalurkan suaranya di arena Pilpres 2019. Sebab, kata dia, Pilpres merupakan satu-satunya arena untuk melakukan pergantian pemimpin di Indonesia.

“Kalau memang tidak suka pemerintah ada arenanya, kapan? 17 April nanti,” kata dia.

Agum memandang, Jokowi layak untuk memimpin kembali Indonesia selama dua periode. Ia menilai Jokowi merupakan sosok yang sederhana, merakyat dan bisa menjadi pelayan bagi masyarakat.

Agum memandang Jokowi tak pernah berubah sikapnya meski sudah menjadi Presiden Indonesia selama empat tahun belakangan.

“Setelah 4 tahun menjadi presiden, Jokowi tidak ada perubahan. Dia tetap seperti itu. Biasanya seorang jadi pemimpin mengubah sikap sifat tabiat orang kalau ini saya rasa pak Jokowi tetap seperti itu. Ini yang memuat saya sayang,” kata Agum.

Sukarnois Beda dengan Komunis

Agum juga meminta masyarakat untuk mewaspadai kebangkitan anak cucu kader Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun demikian, ia menyebut komunis berbeda dengan Sukarnois.

Hal itu ia katakan untuk mendukung video yang diunggah oleh akun Instagram Tni_Indonesia_Update yang menyarankan agar para PKI dan PKI generasi baru dikumpulkan dan dijadikan sasaran tembak Tank Leopard.

“Kalau soal keinginan bangkit kembali anak atau cucu PKI harus kita waspadai,” kata Agum di kawasan Pasar Rebo, Jakarta, Selasa (5/2).

Agum turut mengimbau seharusnya masyarakat dapat membedakan antara paham Komunisme dan paham Sukarnoisme. Ia menyatakan paham Sukarnoisme merupakan paham yang berdasarkan pemikiran-pemikiran dari Presiden pertama RI, Sukarno, dan berbeda dengan paham Komunisme.

“Sukarnois [ya] Sukarnois, PKI ya PKI. Kalau enggak akan selalu timbul perpecahan,” kata dia.

Lebih lanjut, mantan Danjen Kopassus TNI AD itu menilai Indonesia sudah menerapkan Pancasila sebagai dasar negara. Sebaliknya, kata dia, paham Komunisme tak cocok untuk diterapkan di Indonesia.

“Kalau begini terus maka kita mewariskan sesuatu yang tidak sehat untuk anak cucu kita. Saya mohon ini dipegang teguh, NKRI dan Pancasila. Kenapa? Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal betul sejarah bangsanya,” kata dia.

Meski begitu, Agum menilai cucu dan anak PKI akan sulit berkembang di Indonesia saat ini. Sebab, ia mengatakan masih ada Ketetapan MPRS No XXV/ 1966 tentang pembubaran PKI yang melarang kegiatan apapun soal PKI di Indonesia.

“Kalau itu ya Tap MPR-nya harus dicabut, enggak bisa dong, apalagi kita harus menyadari komunis internasional itu sudah pudar,” kata dia.

Selain itu, Agum turut menyinggung terdapat isu yang menyebut Presiden Joko Widodo merupakan kader PKI. Ia menyatakan bahwa isu itu merupakan fitnah yang sangat jahat dan tak berdasar.

“Begitu jawaban pak Jokowi. Jadi kalau dikatakan Pak jokowi komunis itu fitnah sangat jahat,” kata Agum. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait