Wiranto: Akan Banyak ‘Bom’ Selain Korupsi e-KTP, Ada Hambalang dan Century

Metrobatam, Jakarta – Sidang perdana kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) menyita perhatian publik. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebut kasus tersebut bagaikan bom yang membuat kegaduhan. Dia menduga akan ada kasus lain yang juga akan mengguncang perhatian publik.

“E-KTP ini sekarang sedang jadi booming, laku pemberitaannya, lagi membumi, bagai bom, meledak, semua orang tahu,” kata Wiranto di hadapan para pemimpin redaksi saat menggelar pertemuan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (9/3).

Dia menyampaikan, persoalan korupsi e-KTP bukanlah fokus perhatian dan tugas kementeriannya secara langsung. Wiranto menyebut masih banyak kasus korupsi lain yang pemberitaannya akan meledak di masyarakat. Meski demikian, pihaknya tak bisa mempengaruhi proses hukum yang sudah berjalan.

“Kalau bicara fokus, soal seperti ini kan masih ada kasus Hambalang, Century, banyak yang nanti menjadi bom, kita tunggu nanti bagaimana kinerja KPK menangani ini,” katanya.

Bacaan Lainnya

Dalam proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Badan Pemeriksa Keuangan pernah menyebut total kerugian negara mencapai Rp706 miliar. Jumlah tersebut didapat dari hasil audit investigasi BPK pada 2012 hingga 2013.

Sementara kasus dugaan korupsi PT Bank Century Tbk menyeret mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya yang telah divonis 15 tahun oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi pada April 2015. Budi terbukti bersalah melakukan korupsi terkait dengan pengucuran dana Rp600 miliar untuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) bagi PT Bank Century saat itu, sebelum pengucuran dana talangan negara mengucur kemudian.

Bank Century sendiri beralih nama menjadi PT Bank Mutiara Tbk pada 2009 setelah diselamatkan oleh negara sebesar Rp6,7 triliun. Pada 2015, J Trust Co. Ltd, perusahaan asal Jepang, resmi mengakuisisi bank tersebut dengan nilai Rp4,41 triliun.

Terkait korupsi e-KTP, Wiranto mengatakan, pemerintah tidak ingin ikut campur dalam perkara tersebut. Sebab menurutnya, kasus yang diduga menjerat sejumlah pejabat dan tokoh nasional itu merupakan kewenangan penegak hukum dan saat ini telah masuk di ranah pengadilan.

“Kami wait and see, enggak bisa kami campur tangan, kami kan bagian dari pemerintah, enggak mungkin kami ikut campur tangan soal KPK. kita tunggu saja,” ujarnya.

Mantan Menhankam/Pangab itu menyatakan akan mendukung sepenuhnya upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Wiranto mengklaim telah memberantas korupsi dari hal terkecil, termasuk pungutan liar, bukan hanya korupsi yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.

Sidang perdana hari ini beragendakan pembacaan dakwaan atas terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, Irman dan Sugiharto. Dalam persidangan, keduanya sepakat tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan. Sidang pekan depan akan langsung pada pemeriksaan saksi dari jaksa.

Tercatat ada 294 saksi yang telah diminta keterangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus tersebut. Namun jaksa hanya akan memanggil 133 saksi dalam persidangan.

Ganjar Bantah Terima USD 520 Ribu
Di tempat terpisah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membantah menerima duit USD 520 ribu terkait mega proyek e-KTP. Jaksa KPK sebelumnya menyebut Ganjar ikut menerima duit saat duduk sebagai wakil ketua Komisi II DPR.

“Tidak (menerima USD 520 ribu),” kata Ganjar saat dikonfirmasi, Kamis (9/3), sambil menambahkan, dirinya tidak mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dia baru tahu nama Andi Narogong setelah diperiksa sebagai saksi di KPK.

“Nggak (kenal Andi Narogong). Saya ditanya waktu menjadi saksi dimintai keterangan KPK, persis pertanyaanmu itu. Dikasih fotonya malah, kenal enggak yang namanya Andi Narogong. Baru tahu jadi saksi itu,” katanya.

“Di dakwaan itu Ganjar dikasih USD 520 ribu oleh si A di tempat ini. Jadi gini, angka itu ada nggak disebut di dakwaan. Ganjar menerima sekian yang nganter ini, di tempat ini. Cuma angkanya kan, sumbernya kita nggak tahu,” imbuh Ganjar.

Dia menerka-nerka mengapa namanya bisa ikut terseret dalam dugaan korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun.

“Spekulasinya kira-kira bisa jadi Ganjar itu dapat data. Kalau ada bagi-bagi Ganjar dapat jatah, cuma ini nggak nyampe ke Ganjar. Yang kedua bisa jadi Ganjar memang menerima tapi saya harus membantah sekarang karena saya tidak menerima. Yang ketiga ya memang Ganjar nggak anu, nggak dikasih, nggak nerima,” sebutnya.

Ganjar disebut dalam surat dakwaan menerima uang ketika menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR. Awalnya Ganjar mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) di ruang kerja Komisi II pada Mei 2010.

Saat itu, Irman selaku Dirjen Dukcapil membahas pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional.

Realisasi pemberian uang itu lalu dilakukan di ruang kerja Mustoko Weni sekitar September-Oktober 2010. Saat itu, Ganjar disebut menerima USD 500 ribu selaku Wakil Ketua Komisi II DPR agar ikut membantu persetujuan anggaran proyek e-KTP di Komisi II DPR.

“Ganjar Pranowo selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI sejumlah USD 500 ribu,” ucap jaksa KPK.

Kemudian, Ganjar kembali disebut menerima uang sekitar Agustus 2012. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang S Sudiharjo, yang disampaikan ke Miryam S Haryani.

“Empat orang pimpinan Komisi II DPR, yang terdiri dari Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi, masing-masing sejumlah USD 25 ribu,” sebut jaksa KPK.(mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait